"

Senin, 11 Februari 2013

Mecari yg tidak di kenal melalui ilmu Gaib dan Spiritisme.


Pasal
4

Mencari
yang Tidak Dikenal melalui Ilmu Gaib dan Spiritisme

”ORANG-ORANG Athena, aku memperhatikan bahwa dalam segala hal kamu tampaknya lebih cenderung untuk takut kepada dewa-dewa, dibanding orang-orang lain.” (Kisah 17:22) Itulah yang rasul Kristen Paulus katakan kepada kumpulan orang banyak di Areopagus, atau Bukit Mars, yang terletak di kota Athena kuno, Yunani. Kata-kata tersebut Paulus ucapkan karena sebelumnya ia telah melihat bahwa ”kota itu penuh dengan berhala”. (Kisah 17:16) Apa yang telah ia lihat?

2
Paulus pasti telah melihat beragam dewa-dewi Yunani dan Romawi di kota kosmopolitan tersebut, dan nyata bahwa penyembahan kepada dewa-dewi sangat mendominasi kehidupan penduduknya. Karena khawatir, kalau-kalau secara tidak sengaja mereka lupa memuja dewa yang penting atau yang sangat berkuasa sehingga dapat membangkitkan amarahnya, orang Athena bahkan menyembah ”Allah Yang Tidak Dikenal”. (Kisah 17:23) Hal itu jelas memperlihatkan ketakutan mereka kepada dewa-dewi.



3

Tentu saja, bukan hanya orang Athena abad pertama yang takut kepada dewa-dewi, khususnya yang tidak dikenal. Selama ribuan tahun, perasaan ini telah mendominasi hampir seluruh umat manusia. Di banyak bagian dunia, hampir setiap segi kehidupan orang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan dewa, dewi, atau roh tertentu. Seperti telah kita lihat dalam pasal sebelumnya, mitos-mitos orang Mesir, Yunani, Romawi, Cina, dan bangsa-bangsa kuno lainnya bersumber dari gagasan tentang dewa-dewi dan roh-roh, yang sangat berperan dalam urusan pribadi dan nasional. Selama Abad Pertengahan, cerita-cerita tentang para ahli alkimia [ilmu kimia dan filsafat spekulatif] serta tukang sihir marak di negeri-negeri Susunan Kristen. Dan, situasinya sangat serupa dewasa ini.


Ritus


dan Takhayul Dewasa Ini


4

Entah sadar atau tidak, banyak hal yang orang-orang lakukan ada hubungannya dengan kebiasaan atau kepercayaan yang bersifat takhayul, beberapa di antaranya dengan dewa-dewi atau roh-roh. Sebagai contoh, tahukah Anda bahwa perayaan hari lahir berasal dari astrologi, yang menganggap tanggal kelahiran sangat penting? Bagaimana dengan kue ulang tahun? Rupanya, kebiasaan ini berkaitan dengan dewi Yunani Artemis, yang hari lahirnya dirayakan dengan kue madu berbentuk bulan yang diberi lilin-lilin di atasnya. Atau, tahukah Anda bahwa mengenakan pakaian hitam pada acara pemakaman semula bertujuan mengelabui roh-roh jahat yang konon pada saat-saat seperti itu sedang mengintai? Agar tidak dikenali oleh roh-roh itu, ada orang Afrika berkulit hitam yang mengecat diri mereka dengan warna putih, dan di negeri-negeri lain, orang yang berkabung memakai warna-warna yang mencolok.


5

Selain kebiasaan-kebiasaan yang populer ini, di mana-mana orang memiliki takhayul dan rasa takut. Di Barat, memecahkan sebuah cermin, melihat seekor kucing hitam, berjalan di bawah tangga, dan hari Selasa atau hari Jumat tanggal 13, semuanya dianggap sebagai pertanda buruk. Di Timur, sisi kanan kimono orang Jepang diselipkan ke bawah sisi kirinya, karena kebalikannya khusus untuk jenazah. Jendela atau pintu rumah mereka tidak dibuat menghadap ke timur laut agar para hantu, yang konon datang dari arah itu, tidak menemukan jalan masuk. Di Filipina, sepatu orang yang meninggal dilepas dan ditaruh di samping kakinya sebelum ia dimakamkan agar ia disambut oleh ”Santo” Petrus. Supaya anak-anak berkelakuan baik, para orang tua memberi tahu mereka bahwa tingkah laku mereka diamat-amati dan dicatat oleh ”Santo” Mikhael yang wujudnya terlihat di bulan.


6

Namun, kepercayaan kepada roh-roh dan dewa-dewi bukan hanya dimanifestasikan dalam kebiasaan dan takhayul yang kelihatannya tidak merugikan. Dalam masyarakat primitif maupun modern, orang-orang berupaya dengan berbagai cara untuk mengendalikan atau menenangkan roh-roh yang menyeramkan dan untuk memperoleh perkenan roh-roh yang baik. Memang, pada mulanya kita mungkin berpikir bahwa hal ini hanya dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di hutan belantara dan pegunungan yang meminta bantuan para cenayang, dukun, dan syaman sewaktu sakit atau mengalami kesukaran besar. Namun, orang-orang di kota-kota besar serta kecil pun pergi ke para astrolog, paranormal, dan peramal guna menanyakan masa depan mereka atau mendapatkan bantuan untuk membuat keputusan penting. Ada yang, walaupun mengaku beragama, melakukan hal-hal itu dengan antusias. Bagi banyak orang lainnya, spiritisme, ilmu hitam, dan ilmu gaib adalah agama mereka.


7

Apa sumber atau asal usul semua kebiasaan dan takhayul ini? Apakah semuanya sekadar cara yang berbeda-beda untuk menghampiri Allah? Dan, yang paling penting, apa pengaruhnya atas orang-orang yang mempraktekkannya? Untuk mendapatkan jawabannya, kita harus meninjau sejarah manusia dan melihat sekilas tata cara ibadat mereka pada zaman dulu.


Upaya


Menjangkau Yang Tidak Dikenal


8

Bertentangan dengan apa yang mungkin dikatakan oleh para penganut evolusi, manusia memiliki kesadaran rohani yang membuatnya berbeda dan lebih unggul daripada makhluk-makhluk yang lebih rendah. Manusia terlahir dengan dorongan yang kuat untuk mencari tahu apa yang tidak dikenal. Ia selalu bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa makna kehidupan ini? Apa yang terjadi setelah seseorang meninggal? Apa hubungan manusia dengan dunia yang kelihatan dan, bahkan, dengan alam semesta? Manusia juga dimotivasi oleh keinginan untuk menjangkau sesuatu yang lebih tinggi atau lebih kuat daripada dirinya sendiri agar ia dapat mengendalikan lingkungan dan kehidupannya.—Mazmur 8:3, 4; Pengkhotbah 3:11; Kisah 17:26-28.


9

Ivar Lissner dalam bukunya Man, God and Magic menyatakannya sebagai berikut, ”Kita benar-benar mengagumi ketekunan manusia dalam perjuangan seumur hidup untuk menjangkau sesuatu yang ada di luar dirinya. Energinya tidak pernah semata-mata dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ia selamanya mencari, meraba-raba untuk maju, mengejar apa yang tidak dapat ia capai. Dorongan bawaan yang ganjil dalam diri manusia ini adalah kerohaniannya.”


10

Tentu, mereka yang tidak percaya kepada Allah tidak sepandangan dengan pakar tersebut. Mereka biasanya menghubungkan kecenderungan ini dengan kebutuhan manusia, secara psikologis ataupun dalam hal lain, sebagaimana telah ditinjau dalam Pasal 2. Namun, jika menghadapi bahaya atau keadaan yang sangat sulit, bukankah reaksi pertama kebanyakan orang pada umumnya adalah memohon bantuan kepada Allah atau kepada kekuatan tertentu yang lebih tinggi? Memang benar demikian, baik sekarang maupun di masa lalu. Jadi, Lissner selanjutnya mengatakan, ”Siapa pun yang telah mengadakan penelitian tentang orang-orang yang paling primitif tidak mungkin tidak melihat bahwa semua orang tersebut membayangkan adanya Allah, bahwa mereka memiliki kesadaran yang nyata akan adanya suatu pribadi yang tertinggi.”


11

Tetapi, masih ada hal lain, yakni cara orang berupaya memuaskan keinginan bawaan untuk menjangkau yang tidak dikenal itu. Para pemburu dan gembala nomad gentar terhadap kekuatan binatang buas. Para petani khususnya peka terhadap perubahan cuaca dan musim. Reaksi orang-orang yang tinggal di hutan sangat berbeda dengan reaksi orang-orang yang tinggal di gurun atau pegunungan. Untuk mengatasi bermacam-macam rasa takut dan kebutuhan ini, orang-orang menciptakan berbagai tata cara ibadat yang membingungkan dengan harapan dapat meminta bantuan dewa-dewi yang baik hati dan menenteramkan dewa-dewi yang menyeramkan.


12

Namun, meski ada banyak perbedaan, ada ciri-ciri tertentu yang sama yang dapat dikenali dalam berbagai tata cara ibadat ini. Di antaranya adalah perasaan hormat dan takut kepada roh-roh sakti dan kekuatan-kekuatan supernatural, penggunaan ilmu gaib, peramalan masa depan melalui tanda-tanda dan pertanda, astrologi, dan bermacam-macam metode meramal nasib. Seraya kita meneliti ciri-ciri ini, kita akan melihat bahwa semuanya memainkan peranan penting dalam pembentukan pola pikir keagamaan orang-orang di seputar dunia dan selama berabad-abad, bahkan termasuk orang-orang zaman sekarang.


Roh


Sakti dan Kekuatan Supernatural


13

Bagi orang pada zaman dulu, kehidupan tampaknya penuh misteri. Ada banyak peristiwa yang membingungkan dan tidak dapat mereka jelaskan. Misalnya, mereka tidak dapat mengerti mengapa seseorang yang sehat walafiat tiba-tiba jatuh sakit, atau mengapa langit tidak menurunkan hujan pada musimnya, atau mengapa pohon yang gundul, yang kelihatannya mati, berubah menjadi hijau dan tumbuh subur pada saat tertentu setiap tahun. Bahkan bayangan, detak jantung, dan napas mereka sendiri merupakan misteri.


14

Karena memiliki kecenderungan rohani bawaan, wajarlah jika manusia menghubungkan hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang misterius ini dengan suatu kekuatan supernatural. Namun, karena kurang bimbingan dan pengertian yang tepat, dunia manusia tersebut lalu menjadi penuh dengan jiwa, roh, hantu, dan setan. Sebagai contoh, orang Indian Algonquian di Amerika Utara menyebut jiwa manusia otahkhuk, yang berarti ”bayangannya”, dan orang Melayu di Asia Tenggara percaya bahwa pada waktu seseorang mati, jiwanya keluar melalui lubang hidung. Dewasa ini, kepercayaan akan roh dan jiwa orang mati—serta upaya untuk berkomunikasi dengan mereka melalui cara tertentu—hampir terdapat di mana-mana.


15

Demikian pula, hal-hal lain di alam—matahari, bulan, bintang, laut, sungai, gunung—seolah-olah hidup dan berpengaruh langsung atas kegiatan manusia. Karena kelihatannya memiliki dunianya sendiri, hal-hal ini dipersonifikasi sebagai roh-roh dan dewa-dewi, ada yang baik hati dan suka menolong, ada juga yang jahat dan berbahaya. Penyembahan kepada ciptaan akhirnya menjadi hal utama dalam hampir semua agama.


16

Kita dapat menjumpai kepercayaan semacam ini dalam agama-agama dari hampir setiap peradaban kuno. Orang Babilonia dan Mesir menyembah dewa matahari, dewa bulan, dan dewa berbagai konstelasi bintang. Hewan dan binatang buas juga menjadi objek pemujaan mereka. Orang Hindu terkenal dengan dewa-dewi mereka, yang berjumlah jutaan. Orang Cina selalu memiliki gunung-gunung keramat serta dewa-dewi sungai, dan mereka menyembah leluhur sebagai tanda bakti kepada orang tua. Orang Druid kuno dari Kepulauan Inggris menganggap keramat pohon ek, khususnya tanaman mistletoe yang tumbuh pada pohon itu. Kemudian, orang Yunani dan Romawi menyumbangkan gagasan mereka sehingga kepercayaan akan roh, dewa, dewi, jiwa, hantu, dan benda keramat tertanam dengan kuat.


17

Walaupun dewasa ini ada yang mungkin menganggap semua kepercayaan demikian sebagai takhayul, gagasan-gagasan tersebut masih ditemukan dalam tata cara ibadat banyak orang di seputar dunia. Ada yang masih percaya bahwa gunung, sungai, batu yang berbentuk aneh, pohon tua, dan sejumlah benda lain adalah keramat, dan mereka menjadikannya sebagai objek penyembahan. Di tempat-tempat ini, mereka mendirikan altar, tempat pemujaan, dan kuil. Sebagai contoh, Sungai Gangga dianggap keramat oleh umat Hindu. Semasih hidup, mereka sangat ingin mandi di sana, dan setelah mati mereka menghendaki abu jenazah mereka ditebarkan di sungai ini. Umat Buddha menganggap beribadat di kuil di Boddh Gaya, India, sebagai sesuatu yang luar biasa, karena konon di sanalah sang Buddha mencapai pencerahan di bawah pohon bodhi. Umat Katolik berjalan dengan bertumpu pada lutut mereka menuju Basilika Sang Perawan Guadalupe di Meksiko atau mandi air ”suci” di tempat ziarah di Lourdes, Prancis, untuk mencari kesembuhan secara mukjizat. Penyembahan kepada ciptaan, dan bukannya kepada sang Pencipta, masih sangat jelas terlihat dewasa ini.—Roma 1:25.


Munculnya


Ilmu Gaib


18

Setelah orang percaya bahwa dunia benda-benda tak bernyawa penuh dengan roh, yang baik dan yang jahat, otomatis tahap berikutnya adalah upaya untuk berkomunikasi dengan roh yang baik guna meminta bimbingan serta berkat, dan menenangkan roh yang jahat. Hasilnya adalah ilmu gaib, yang berkembang hampir di setiap bangsa baik di masa lalu maupun masa sekarang.—Kejadian 41:8; Keluaran 7:11, 12; Ulangan 18:9-11, 14; Yesaya 47:12-15; Kisah 8:5, 9-13; 13:6-11; 19:18, 19.


19

Dalam pengertiannya yang paling mendasar, ilmu gaib adalah upaya mengendalikan atau memaksa kekuatan alam atau kekuatan supernatural untuk menuruti perintah manusia. Karena tidak mengetahui penyebab sebenarnya dari banyak peristiwa sehari-hari, masyarakat zaman dulu percaya bahwa mengucapkan jampi-jampi atau mantra-mantra tertentu, ataupun mengadakan ritus tertentu, dapat menghasilkan apa yang diinginkan. Orang akhirnya mempercayai ilmu gaib seperti ini karena beberapa ritus ternyata manjur. Sebagai contoh, para dukun—yang sebenarnya adalah tukang sihir atau tukang tenung—dari Kepulauan Mentawai di Sumatra Barat kabarnya sangat sakti karena bisa menyembuhkan penderita diare. Resep ajaibnya adalah si penderita harus menelungkup di tebing sebuah jurang dan menjilati tanahnya. Apa yang membuat resep ajaib ini manjur? Tanah di tebing itu mengandung kaolin, yaitu tanah liat putih yang biasa digunakan sebagai bahan dasar beberapa obat diare dewasa ini.


20

Segelintir keberhasilan semacam itu langsung membuat orang mengabaikan semua ketidakberhasilan, sehingga orang-orang yang memiliki ilmu gaib tersebut terkenal, serta menjadi anggota masyarakat yang ditakuti dan sangat dihormati—imam, kepala suku, syaman, dukun, medium. Orang-orang mendatangi mereka untuk memecahkan berbagai problem, seperti mengobati dan mencegah penyakit, menemukan barang hilang, mengetahui jati diri si pencuri, menangkal pengaruh jahat, dan membalas dendam. Akhirnya, lahirlah sekumpulan kebiasaan dan ritus yang bersifat takhayul untuk menangani problem-problem tadi maupun peristiwa lainnya dalam kehidupan, seperti kelahiran, akil balig, pertunangan, perkawinan, kematian, serta pemakaman. Kekuatan dan misteri ilmu gaib tak lama kemudian mendominasi setiap segi kehidupan manusia.


Tarian


dan Mantra Hujan


21

Walaupun ada begitu banyak variasi praktek ilmu gaib dari berbagai bangsa, gagasan dasar di balik semua ini sangat mirip. Pertama, ada gagasan bahwa suatu tindakan akan menghasilkan tindakan yang serupa, bahwa sesuatu yang diinginkan dapat dihasilkan dengan menirukannya. Hal ini kadang-kadang disebut ilmu meniru. Sebagai contoh, apabila kurangnya curah hujan membahayakan panen, orang Indian Omaha di Amerika Utara menari mengelilingi sebuah bejana berisi air. Kemudian, salah seorang dari mereka meminum air tersebut dan menyemburkannya ke udara untuk menirukan titik-titik air atau curah hujan. Atau, seorang pria akan berguling-guling di tanah seperti seekor beruang yang terluka supaya ia dapat sukses berburu beruang.


22

Ada ritus yang lebih rumit lagi, yang mencakup mantra dan persembahan. Orang Cina membuat naga besar, yaitu dewa hujan mereka, dari kertas atau kayu lalu mengaraknya, atau membawa patung dewa mereka ke luar kuil dan menjemurnya agar kepanasan sehingga ia mungkin akan mengirimkan hujan. Dalam ritus orang Ngoni di Afrika Timur, mereka menuangkan bir ke sebuah belanga yang terkubur dalam tanah di sebuah kuil hujan lalu berdoa, ”Tuan Khauta, engkau telah mengeraskan hatimu terhadap kami, apa yang mesti kami lakukan? Kami pasti akan binasa. Berilah anak-anakmu hujan, dan bir ini untukmu.” Kemudian, mereka meminum sisa birnya. Ini dilanjutkan dengan nyanyian serta tarian dan mengguncangkan ranting-ranting pohon yang sudah dicelup dalam air.


23

Gagasan lain di balik praktek-praktek ilmu gaib adalah bahwa benda-benda milik seseorang akan terus mempengaruhi dia bahkan setelah benda-benda itu tidak ada padanya. Maka, timbullah kebiasaan mengguna-gunai seseorang dengan memantrai sesuatu milik orang itu. Bahkan pada abad ke-16 dan ke-17 di Eropa dan Inggris, orang masih percaya kepada tukang sihir dan pandai gaib yang dapat mencelakai seseorang dengan kekuatan tersebut. Caranya antara lain ialah membuat patung lilin seseorang dan menusuk-nusuknya dengan jarum, menulis namanya di atas secarik kertas lalu membakarnya, mengubur sehelai pakaiannya, atau melakukan hal lain terhadap rambut, potongan kuku, keringat, atau bahkan kotorannya. Maraknya praktek ini dan praktek lainnya nyata dari diberlakukannya Undang-Undang Parlemen di Inggris pada tahun 1542, 1563, dan 1604 yang menyatakan ilmu sihir sebagai kejahatan dengan ancaman hukuman mati. Dengan satu atau lain cara, bentuk ilmu gaib ini telah dipraktekkan di hampir setiap bangsa sepanjang zaman.


Melihat


Masa Depan melalui Tanda


24

Sering kali ilmu gaib digunakan untuk menyingkapkan keterangan yang tersembunyi atau mengintip masa depan melalui tanda dan pertanda. Ilmu ini dikenal sebagai tenung, dan orang Babilonia terkenal dengan praktek ini. Menurut buku Magic, Supernaturalism, and Religion, ”mereka adalah ahli ilmu ramal, meramalkan masa depan melalui liver dan usus binatang yang disembelih, melalui api dan asap, dan melalui kilauan batu-batu berharga; mereka meramalkan peristiwa-peristiwa melalui gemercik sumber air dan bentuk tanaman. . . . Tanda-tanda di atmosfer, hujan, awan, angin, dan kilat diartikan sebagai pertanda buruk; retak pada perabot dan papan-papan kayu memberi tahu apa yang bakal terjadi. . . . Lalat dan serangga lainnya, maupun anjing, adalah pembawa pesan gaib”.


25

Buku Yehezkiel dalam Alkitab menceritakan bahwa dalam sebuah kampanye militer, ”raja Babilon berdiri di persimpangan jalan, di hulu kedua jalan itu, untuk meminta bantuan melalui tenungan. Ia telah mengguncangkan anak-anak panah. Ia telah bertanya dengan bantuan terafim; ia telah menilik liver”. (Yehezkiel 21:21) Para dukun, tukang sihir, dan imam yang mempraktekkan ilmu gaib juga merupakan anggota tetap istana Babilonia.—Daniel 2:1-3, 27, 28.


26

Orang-orang dari bangsa-bangsa lain, di negeri-negeri Timur maupun Barat, juga mencoba-coba banyak bentuk tenung. Orang Yunani berkonsultasi dengan orakel, atau peramal, mengenai peristiwa-peristiwa politik yang besar maupun masalah pribadi dalam kehidupan sehari-hari seperti perkawinan, perjalanan, dan anak-anak. Yang paling terkenal adalah orakel Delfi. Jawaban, yang dianggap berasal dari dewa Apolo, diberikan melalui imam wanita, atau Pitia, berupa bunyi-bunyian yang sulit dimengerti dan kemudian ditafsirkan oleh imam-imam menjadi syair-syair yang bermakna ganda. Contoh klasik adalah jawaban yang diberikan kepada Kroesus, raja dari Lidia, yang berbunyi, ”Jika Kroesus menyeberangi Halis, ia akan menghancurkan sebuah imperium yang kuat.” Ternyata imperium kuat yang dihancurkan itu adalah imperiumnya sendiri. Kroesus mengalami kekalahan di tangan Kores dari Persia ketika ia menyeberangi Halis untuk menyerbu Kapadokia.


27

Di Barat, seni tenung mencapai puncaknya pada zaman orang Romawi, yang sangat terobsesi dengan tanda dan pertanda dalam hampir setiap hal yang mereka lakukan. Orang-orang dari setiap lapisan masyarakat mempercayai astrologi, ilmu sihir, jimat, ilmu ramal, dan banyak bentuk tenung lainnya. Dan, menurut seorang pakar sejarah Romawi Edward Gibbon, ”berbagai tata cara ibadat, yang umum di dunia Romawi, semuanya dianggap benar oleh orang-orang”. Negarawan dan orator ternama, Sisero, adalah ahli mencari pertanda dari cara terbangnya burung. Sejarawan Romawi, Petronius, mengamati bahwa jika ditinjau dari banyaknya agama dan sistem ibadat di beberapa kota Imperium Romawi, pastilah jumlah dewa-dewi mereka lebih banyak daripada jumlah penduduk mereka.


28

Dalam penggalian di Cina, ditemukanlah lebih dari 100.000 potong tulang dan cangkang yang digunakan untuk meramal yang berasal dari milenium kedua SM (dinasti Shang). Benda-benda itu digunakan oleh para imam Shang untuk mencari petunjuk ilahi dalam segala sesuatu, dari cuaca sampai kegiatan pasukan tentara. Para imam menulis pertanyaan-pertanyaan dengan huruf kuno pada tulang-tulang ini. Kemudian, mereka memanaskan tulang-tulang tersebut dan memeriksa retak-retak yang muncul lalu mencatat jawabannya pada tulang-tulang yang sama. Beberapa pakar percaya bahwa huruf-huruf Cina berkembang dari huruf-huruf kuno ini.


29

Karya tulis Cina kuno yang paling terkenal mengenai tenung adalah Yi Jing (Kanon Perubahan), yang konon ditulis oleh dua kaisar Zhou yang pertama, Wen Wang dan Zhou Gong, pada abad ke-12 SM. Isinya adalah penjelasan terperinci mengenai interaksi dua kekuatan yang berlawanan, yin dan yang (gelap-terang, negatif-positif, wanita-pria, bulan-matahari, bumi-langit, dan sebagainya), yang masih dipercayai banyak orang Cina sebagai prinsip-prinsip yang mengendalikan semua masalah kehidupan. Karya tulis ini memberikan gambaran bahwa segala sesuatu selalu berubah dan tidak ada yang tetap. Agar berhasil dalam setiap tindakan, seseorang harus tanggap terhadap dan bertindak selaras dengan semua perubahan. Jadi, orang-orang mengajukan pertanyaan dan membuang undi, kemudian melihat Yi Jing untuk mendapat jawaban. Selama berabad-abad, Yi Jing menjadi dasar dari semua cara meramal nasib, geomansi [meramal menggunakan garis atau gambar], dan bentuk-bentuk tenung lainnya di Cina.


Dari


Astronomi ke Astrologi


30

Keteraturan matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-planet sudah lama dikagumi orang di bumi. Katalog-katalog bintang yang berasal dari tahun 1800 SM telah ditemukan di Mesopotamia. Berdasarkan keterangan tersebut, orang Babilonia dapat meramalkan banyak peristiwa astronomis, seperti gerhana bulan, terbit dan tenggelamnya konstelasi bintang, dan gerakan tertentu planet-planet. Orang Mesir, Asiria, Cina, Indian, Yunani, Romawi, dan bangsa-bangsa kuno lainnya juga mengamati langit dan mencatat secara terperinci berbagai peristiwa astronomis. Dari catatan-catatan inilah mereka menyusun kalender dan mengatur kegiatan tahunan mereka.


31

Dari pengamatan astronomis, nyatalah bahwa peristiwa-peristiwa tertentu di bumi tampaknya terjadi selaras dengan peristiwa-peristiwa tertentu di angkasa. Sebagai contoh, perubahan musim persis dengan gerakan matahari, pasang-surut air laut sejalan dengan fase-fase bulan, banjir tahunan Sungai Nil selalu terjadi setelah munculnya Sirius, bintang yang paling terang. Kesimpulan yang wajar adalah benda-benda langit ini sangat berperan dalam peristiwa-peristiwa tersebut dan peristiwa-peristiwa lain di bumi. Maka, tidaklah mengherankan jika orang Mesir menyebut Sirius si Pembawa Sungai Nil. Gagasan bahwa bintang-bintang mempengaruhi peristiwa-peristiwa di bumi akhirnya menghasilkan gagasan bahwa benda-benda langit dapat diandalkan untuk meramalkan masa depan. Jadi, astronomi melahirkan astrologi. Tidak lama kemudian, para raja dan kaisar mempunyai ahli-ahli nujum, atau astrolog, kerajaan di istana mereka untuk meminta petunjuk dari bintang-bintang tentang masalah-masalah nasional yang penting. Dan, rakyat pun mengamati bintang-bintang untuk mencari tahu nasib mereka.


32

Sekali lagi, orang Babilonia turut berperan. Mereka menganggap bintang-bintang sebagai tempat tinggal dewa-dewi di langit, sebagaimana kuil-kuil adalah tempat tinggal dewa-dewi di bumi. Hal ini melahirkan konsep pengelompokan bintang menjadi berbagai konstelasi dan juga kepercayaan bahwa keanehan di langit, seperti gerhana atau munculnya bintang-bintang yang cemerlang atau komet-komet tertentu, menjadi pertanda penderitaan dan perang di bumi. Ratusan laporan dari para ahli nujum kepada raja-raja ditemukan di antara artefak-artefak di Mesopotamia. Sebagai contoh, beberapa laporan ini menyatakan bahwa gerhana bulan yang bakal terjadi merupakan tanda bahwa musuh akan kalah. Laporan-laporan lainnya menyatakan bahwa munculnya suatu planet di konstelasi bintang tertentu berarti ”kemurkaan besar” di bumi.


33

Tingkat ketergantungan orang Babilonia pada bentuk tenung ini lebih jauh terlihat dalam celaan yang nabi Yesaya lontarkan terhadap mereka ketika ia menubuatkan kehancuran Babilonia, ”Diamlah, tetaplah pada jampi-jampimu dan dengan sihirmu yang banyak, yang dengannya engkau telah berjerih lelah sejak masa mudamu . . . Biarlah mereka bangkit, dan menyelamatkan engkau, penyembah langit, pelihat bintang, mereka yang pada bulan-bulan baru membagikan pengetahuan mengenai hal-hal yang akan menimpamu.”—Yesaya 47:12, 13.


34

Dari Babilonia, astrologi diekspor ke Mesir, Asiria, Persia, Yunani, Roma, dan Arab. Di Timur, orang Hindu dan orang Cina juga mempunyai sistem astrologi yang rumit. ”Orang-orang Majus”, yang berdasarkan laporan penginjil Matius mengunjungi Yesus yang masih kecil, adalah ”ahli-ahli nujum dari bagian timur”. (Matius 2:1, 2) Beberapa pakar percaya bahwa para ahli nujum ini kemungkinan berasal dari aliran astrologi Khaldea dan Media-Persia dari Partia, yang pernah menjadi provinsi Persia dan yang kemudian menjadi Imperium Partia yang merdeka.


35

Namun, orang Yunani-lah yang memperkembangkan astrologi menjadi bentuknya yang sekarang. Pada abad kedua M, Klaudius Ptolemeus, seorang astronom asal Yunani di Aleksandria, Mesir, mengumpulkan semua informasi yang ada mengenai astrologi ke dalam empat buku, yang disebut Tetrabiblos, yang menjadi buku utama astrologi sampai sekarang. Dari bentuk ini berkembanglah apa yang umum disebut astrologi kelahiran, yaitu sistem untuk meramalkan masa depan seseorang dengan meneliti bagan kelahirannya, atau horoskop—sebuah bagan yang memperlihatkan posisi matahari, bulan, dan berbagai planet di antara konstelasi-konstelasi yang terlihat dari tempat kelahiran seseorang pada saat ia lahir.


36

Sekitar abad ke-14 dan ke-15, astrologi diterima secara luas di Barat. Universitas-universitas mengajarkannya sebagai disiplin ilmu, yang mengharuskan seseorang memiliki cukup pengetahuan tentang bahasa dan matematika. Para astrolog dianggap sebagai ilmuwan. Karya tulis Shakespeare banyak menyinggung pengaruh astrologi atas hal ihwal manusia. Setiap istana dan banyak bangsawan mempunyai astrolog pribadi yang siap dimintai nasihat. Hampir tidak ada proyek—perang, pembangunan, bisnis, atau perjalanan—yang dilakukan tanpa terlebih dahulu meminta petunjuk dari bintang-bintang. Astrologi menjadi ilmu yang terhormat.


37

Meskipun karya para astronom seperti Kopernikus dan Galileo, seiring dengan kemajuan penelitian ilmiah, telah sangat mendiskreditkan astrologi sehingga tidak lagi dianggap sebagai ilmu, astrologi tetap ada sampai sekarang. (Lihat kotak, halaman 85.) Keahlian yang misterius ini, yang diprakarsai oleh orang Babilonia, dikembangkan oleh orang Yunani, dan selanjutnya disebarluaskan oleh orang Arab, masih sangat berpengaruh dewasa ini, baik atas kepala negara maupun orang biasa, entah dari negeri yang maju secara teknologi ataupun desa terpencil di negara-negara berkembang.


Nasib


Tertera pada Wajah dan Telapak Tangan


38

Jika mencari tanda dan pertanda untuk masa depan dengan melihat ke langit tampaknya sulit, ada cara-cara lain yang lebih cepat dan mudah bagi mereka yang mencoba-coba seni tenung. Zohar, atau Sefer ha-zohar (Kitab Cahaya Kemuliaan; bahasa Ibrani), teks tentang mistisisme Yahudi dari abad ke-13, menyatakan, ”Di angkasa yang menyelimuti alam semesta, kita melihat banyak gambar yang dibentuk oleh bintang-bintang dan planet-planet. Gambar-gambar itu menyingkapkan hal-hal yang tersembunyi dan misteri-misteri yang pelik. Demikian pula, pada kulit yang menyelubungi manusia terdapat bentuk-bentuk dan ciri-ciri yang bagaikan bintang-bintang tubuh kita.” Filsafat ini mengarah ke teknik tenung atau teknik meramal yang lain, yaitu membaca wajah dan telapak tangan untuk mencari tanda-tanda. Praktek seperti ini masih umum di negeri-negeri Timur maupun Barat. Tetapi, jelas bahwa praktek ini berasal dari astrologi dan ilmu gaib.


39

Fisiognomi adalah ilmu meramal nasib dengan membaca ciri-ciri wajah, seperti bentuk mata, hidung, gigi, dan telinga. Di Strasbourg pada tahun 1531, seseorang bernama John de Indagine menerbitkan sebuah buku tentang fisiognomi yang dilengkapi sketsa wajah yang jelas dengan berbagai bentuk mata, hidung, telinga, dan sebagainya, berikut tafsirannya. Menarik sekali, ia mengutip kata-kata Yesus Kristus di Matius 6:22, ”Jika matamu sederhana, seluruh tubuhmu akan cemerlang,” sebagai dasar untuk mengatakan bahwa mata yang besar, bersinar, dan bulat menandakan orang yang berintegritas dan sehat, sedangkan mata yang kecil dan cekung menandakan orang yang iri hati, berniat jahat, dan penuh curiga. Namun, dalam buku yang serupa, yakni Compendium of Physiognomy yang diterbitkan pada tahun 1533, pengarangnya, Bartolommeo Cocle, menyatakan bahwa mata yang besar dan bulat menandakan orang yang tidak berpendirian dan malas.


40

Menurut para penenung, bagian tubuh selain kepala yang lebih menggambarkan kekuatan dari atas ialah tangan. Jadi, membaca garis-garis tangan untuk menentukan kepribadian dan nasib merupakan bentuk tenung lain yang populer—khiromansi, yang biasanya disebut palmistri. Para ahli khiromansi Abad Pertengahan meneliti Alkitab untuk mendukung keahlian mereka. Mereka menemukan ayat-ayat seperti, ”Pada tangan setiap manusia ia membubuhkan meterai agar setiap manusia yang berkematian mengetahui pekerjaannya” dan ”Umur panjang ada di tangan kanannya; di tangan kirinya ada kekayaan dan kemuliaan.” (Ayub 37:7; Amsal 3:16) Tonjolan-tonjolan pada telapak tangan juga ditelaah karena dianggap menggambarkan planet-planet, sehingga mengungkapkan sesuatu tentang orang tersebut dan masa depannya.


41

Ilmu meramal nasib dengan membaca ciri-ciri wajah dan tangan sangat populer di negeri-negeri Timur. Selain para pembaca dan penasihat profesional yang menawarkan jasa mereka, ada begitu banyak orang yang amatir dan yang belajar sendiri karena buku dan publikasi tentang ilmu tersebut dengan berbagai tingkat keahlian tersedia di mana-mana. Meski orang sering mencoba-coba membaca garis-garis tangan sebagai hiburan, banyak juga yang menekuninya. Namun, orang-orang umumnya jarang merasa puas dengan satu metode tenung saja. Jika mereka menghadapi masalah yang berat atau harus mengambil keputusan yang penting, mereka akan pergi ke kuil mereka, entah itu kuil Buddhis, Taois, Shinto, atau kuil lain, untuk bertanya kepada dewa-dewi, kemudian menemui para astrolog untuk meminta petunjuk bintang, lalu ke tukang ramal untuk dibacakan telapak tangan serta wajahnya, dan setelah melakukan semuanya itu, mereka pulang dan meminta petunjuk para leluhur mereka. Melalui berbagai cara tersebut mereka berharap mendapatkan jawaban yang kelihatannya cocok bagi mereka.


Sekadar


Iseng?


42

Wajarlah jika setiap orang ingin mengetahui masa depannya. Selain itu, keinginan untuk bernasib baik dan menghindari apa yang mungkin merugikan adalah hal yang umum. Itulah sebabnya orang-orang sepanjang zaman meminta petunjuk roh-roh dan dewa-dewi. Akibatnya, mereka terlibat dengan spiritisme, ilmu gaib, astrologi, dan praktek lain yang bersifat takhayul. Di masa lalu, orang-orang mengenakan jimat untuk melindungi diri dan pergi berobat ke dukun. Dewasa ini, orang-orang masih mengenakan jimat ”keberuntungan” atau liontin-liontin bergambar ”Santo” Christopher, dan mereka berhubungan dengan roh orang mati, menggunakan papan Ouija, bola kristal, horoskop, serta kartu ramal. Dalam hal spiritisme dan takhayul, manusia kelihatannya tidak banyak berubah.


43

Tentu saja, banyak orang sadar bahwa ini hanya takhayul dan tidak berdasar. Dan, menurut mereka hal itu dilakukan sekadar untuk iseng. Orang lain bahkan berpendapat bahwa ilmu gaib dan tenung sebenarnya bermanfaat karena memberikan perasaan tenteram bagi orang-orang yang mungkin terlalu khawatir menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Tetapi, apakah ini semua sekadar keisengan yang tak berbahaya atau pembangkit semangat hidup? Apa sebenarnya sumber praktek-praktek spiritisme dan ilmu gaib yang telah kita bahas dalam pasal ini maupun banyak praktek lainnya yang belum kita sebutkan?


44

Sewaktu meneliti berbagai segi spiritisme, ilmu gaib, dan tenung, kita memperhatikan bahwa semuanya berkaitan erat dengan kepercayaan akan jiwa orang mati dan keberadaan roh-roh, yang baik dan yang jahat. Jadi, pada hakikatnya, kepercayaan akan roh-roh, ilmu gaib, dan tenung didasarkan atas suatu bentuk politeisme yang bersumber dari doktrin tentang jiwa manusia yang tidak berkematian. Apakah ini merupakan dasar yang kuat untuk membangun agama seseorang? Menurut Anda, apakah ibadat yang memiliki dasar seperti itu akan diperkenan?


45

Orang Kristen abad pertama menghadapi pertanyaan-pertanyaan serupa. Mereka dikelilingi oleh orang Yunani dan Romawi, dengan dewa-dewinya maupun ritus-ritusnya yang bersifat takhayul. Salah satu ritus adalah mempersembahkan makanan kepada berhala dan ikut memakan persembahan tersebut. Patutkah orang yang mengasihi Allah yang benar dan ingin menyenangkan Dia ikut menjalankan ritus seperti itu? Perhatikan jawaban rasul Paulus.


46

”Mengenai makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala, kita tahu bahwa berhala tidak ada artinya di dunia ini, dan bahwa hanya ada satu Allah, tidak ada yang lain. Karena meskipun ada yang disebut ’allah-allah’, baik itu di surga maupun di bumi, sebagaimana ada banyak ’allah’ dan banyak ’tuan’, sesungguhnya bagi kita hanya ada satu Allah, sang Bapak, yang darinya segala sesuatu ada, dan kita, untuk dia.” (1 Korintus 8:4-6) Bagi Paulus dan orang Kristen abad pertama, agama yang sejati bukan penyembahan kepada banyak allah, bukan politeisme, melainkan pengabdian yang hanya ditujukan kepada ”satu Allah, sang Bapak” yang nama-Nya dinyatakan dalam Alkitab sebagai berikut, ”Agar mereka tahu bahwa engkau, yang bernama Yehuwa, engkau sajalah Yang Mahatinggi atas seluruh bumi.”—Mazmur 83:18.


47

Namun, patut diperhatikan bahwa walaupun rasul Paulus mengatakan ”berhala tidak ada artinya”, ia tidak mengatakan bahwa ”allah” dan ”tuan” yang disembah orang-orang melalui ilmu gaib, tenung, dan persembahan mereka itu tidak ada. Jadi, apa maksudnya? Belakangan, Paulus menjelaskan hal ini dalam surat yang sama ketika ia menulis, ”Tetapi aku mengatakan bahwa perkara-perkara yang dikorbankan oleh bangsa-bangsa, mereka korbankan kepada hantu-hantu dan bukan kepada Allah.” (1 Korintus 10:20) Ya, melalui banyak allah atau dewa, dan tuan atau tuhan, yang mereka sembah, bangsa-bangsa sebenarnya menyembah hantu-hantu—malaikat-malaikat atau makhluk-makhluk roh yang memberontak terhadap Allah yang benar dan bergabung dengan pemimpin mereka, Setan si Iblis.—2 Petrus 2:4; Yudas 6; Penyingkapan 12:7-9.


48

Sering kali, orang merasa kasihan kepada kelompok masyarakat yang disebut primitif yang diperbudak oleh takhayul dan rasa takut. Mereka mengaku jijik terhadap korban-korban yang bersimbah darah dan ritus yang biadab. Dan memang begitulah seharusnya. Namun, sampai sekarang kita masih mendengar tentang praktek voodoo, kultus setan, bahkan korban manusia. Walaupun praktek-praktek seperti itu mungkin adalah contoh yang ekstrem, jelaslah bahwa ilmu gaib masih sangat diminati. Pada awalnya, mungkin orang sekadar ’iseng’ dan penasaran, tetapi sering kali hal itu berakhir dengan tragedi dan kematian. Betapa bijaksana untuk mengindahkan peringatan Alkitab, ”Pertahankanlah kesadaranmu, waspadalah. Musuhmu, si Iblis, berjalan keliling seperti singa yang mengaum, berupaya melahap orang.”—1 Petrus 5:8; Yesaya 8:19, 20.


49

Setelah membahas asal mula agama, keanekaragaman mitos-mitos kuno, dan berbagai bentuk spiritisme, ilmu gaib, dan takhayul, sekarang kita akan beralih ke agama-agama besar yang lebih terorganisasi di dunia—Hinduisme, Buddhisme, Taoisme, Konfusianisme, Shinto, Yudaisme, gereja-gereja Susunan Kristen, dan Islam. Bagaimana agama-agama itu terbentuk? Apa saja ajarannya? Apa pengaruh tiap-tiap agama ini atas penganutnya? Semua pertanyaan ini beserta pertanyaan lainnya akan dibahas dalam pasal-pasal berikut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar