"

Kamis, 14 Februari 2013

Kekristenan-Apakah Yesus jalan menuju Allah ???

Pasal
10

Kekristenan—Apakah
Yesus Jalan menuju Allah?
Sejauh ini, kecuali pasal mengenai Yudaisme, kita telah membahas agama-agama besar yang banyak didasarkan atas mitos. Sekarang kita akan mengkaji agama lain yang mengaku mendekatkan manusia kepada Allah—Kekristenan. Apa dasar Kekristenan—mitos atau fakta sejarah?

SEJARAH Susunan Kristen, yang diwarnai banyak peperangan, inkwisisi, perang salib, dan kemunafikan, tidak mendukung gerakan Kekristenan. Kebejatan dan kemerosotan moral dunia Barat yang ”Kristen” menjadi alasan bagi umat Muslim yang saleh dan umat agama lain untuk menolak Kekristenan. Ya, bangsa-bangsa yang disebut Kristen telah kehilangan kendali moral mereka dan telah kandas di batu-batu karang ketiadaan iman, ketamakan, dan pemuasan hawa nafsu.

2
Bukti bahwa standar Kekristenan yang tulen berbeda dengan norma yang serbaboleh dewasa ini dinyatakan oleh Profesor Elaine Pagels dalam bukunya Adam, Eve, and the Serpent, demikian, ”Banyak orang Kristen selama empat abad pertama bangga akan pengendalian diri mereka dalam hal seks; mereka menghindari poligami dan sering kali juga perceraian, yang diizinkan dalam tradisi Yahudi; dan mereka menolak hubungan seks di luar perkawinan yang merupakan kebiasaan umum di kalangan orang non-Yahudi pada zaman itu, termasuk praktek pelacuran dan homoseksualitas.”

3
Maka, sepantasnyalah kita bertanya: Apakah sejarah Susunan Kristen dan keadaan moralnya pada zaman modern benar-benar mencerminkan ajaran Yesus Kristus? Pribadi seperti apakah Yesus? Apakah dia membantu mendekatkan umat manusia kepada Allah? Apakah dia Mesias yang dijanjikan dalam nubuat Ibrani? Beberapa pertanyaan ini akan kita bahas dalam pasal ini.

Siapa

Sebenarnya Yesus?

4
Dalam pasal-pasal terdahulu, kita telah melihat peranan penting mitos dalam hampir semua agama besar dunia. Namun, apabila kita melihat asal usul Yudaisme di pasal sebelumnya, kita tidak bertolak dari mitos tetapi dari kenyataan berupa sejarah Abraham, leluhurnya, dan keturunannya. Demikian pula, tentang Kekristenan dan pendirinya, Yesus, kita tidak bertolak dari mitos tetapi dari seorang tokoh yang benar-benar ada dalam sejarah.—Lihat kotak, halaman 237.

5
Ayat pertama dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, yang biasanya dikenal sebagai Perjanjian Baru (lihat kotak, halaman 241), menyatakan, ”Buku mengenai sejarah Yesus Kristus, putra Daud, putra Abraham.” (Matius 1:1) Apakah ayat ini merupakan pernyataan tak berdasar dari Matius, seorang Yahudi mantan pemungut cukai yang adalah murid langsung Yesus dan penulis biografinya? Tidak. Lima belas ayat berikutnya memuat silsilah dari Abraham hingga Yakub, yang ”memperanakkan Yusuf, suami Maria, yang darinya Yesus dilahirkan, yang disebut Kristus”. Jadi, Yesus benar-benar keturunan Abraham, Yehuda, dan Daud, dan dengan demikian memiliki tiga bukti yang meneguhkan jati dirinya sebagai ’benih’ yang dinubuatkan dalam Kejadian 3:15 dan benih Abraham.—Kejadian 22:18; 49:10; 1 Tawarikh 17:11.

6
Bukti lain yang menjadi tanda pengenal Mesias sang Benih adalah tempat kelahirannya. Di mana Yesus dilahirkan? Matius memberi tahu kita bahwa Yesus ”dilahirkan di Betlehem di Yudea pada zaman raja Herodes”. (Matius 2:1) Catatan dokter Lukas meneguhkan kenyataan itu sewaktu ia memberikan keterangan tentang calon ayah angkat Yesus, ”Yusuf juga pergi dari Galilea, dari kota Nazaret, ke Yudea, ke kota Daud yang disebut Betlehem, oleh karena ia anggota dari keturunan dan keluarga Daud, untuk mendaftarkan diri bersama Maria, yang telah diberikan kepadanya sebagai istri, dan yang sekarang sedang hamil tua.”—Lukas 2:4, 5.

7
Mengapa Yesus harus lahir di Betlehem dan tidak di Nazaret atau di kota lain? Oleh karena sebuah nubuat yang diucapkan pada abad kedelapan SM oleh nabi Ibrani Mikha, ”Dan engkau, oh, Betlehem Efrata, yang terlalu kecil untuk berada di antara ribuan dari Yehuda, darimu akan keluar kepadaku pribadi yang akan menjadi penguasa di Israel, yang asal-usulnya sejak purbakala, sejak zaman lampau yang tidak tertentu.” (Mikha 5:2) Jadi, tempat kelahirannya menjadi bukti lain yang meneguhkan jati diri Yesus sebagai Mesias dan Benih yang dijanjikan.—Yohanes 7:42.

8
Bahkan, Yesus menggenapi banyak nubuat lain dalam Kitab-Kitab Ibrani, yang menunjukkan bahwa ia memiliki semua bukti yang meneguhkan jati dirinya sebagai Mesias yang dijanjikan. Anda dapat memeriksa beberapa di antaranya dalam Alkitab. (Lihat kotak, halaman 245.) Tetapi, sekarang marilah kita periksa sejenak berita dan pelayanan Yesus.

Kehidupan

Yesus Itulah Jalannya

9
Catatan Alkitab memberi tahu kita bahwa Yesus dibesarkan sebagai seorang remaja Yahudi biasa pada zamannya, beribadat di sinagoga setempat dan bait di Yerusalem. (Lukas 2:41-52) Sewaktu berumur 30 tahun, ia memulai pelayanannya kepada umum. Pertama-tama, ia mendatangi Yohanes saudara sepupunya, yang membaptis orang Yahudi di Sungai Yordan sebagai lambang pertobatan. Catatan Lukas memberi tahu kita, ”Sewaktu semua orang itu dibaptis, Yesus juga dibaptis dan, seraya ia berdoa, langit terbuka dan roh kudus dalam bentuk jasmani seperti seekor merpati turun ke atasnya, dan suatu suara keluar dari langit, ’Engkaulah Putraku, yang kukasihi; aku berkenan kepadamu.’”—Lukas 3:21-23; Yohanes 1:32-34.

10
Pada waktunya, Yesus memulai pelayanannya sebagai Putra terurap Allah. Ia pergi ke seluruh Galilea serta Yudea untuk mengabarkan berita Kerajaan Allah dan melakukan berbagai mukjizat, seperti menyembuhkan orang sakit. Ia tidak menerima bayaran dan tidak mencari kekayaan ataupun kemuliaan pribadi. Malah, ia mengatakan bahwa lebih bahagia memberi daripada menerima. Ia juga mengajar murid-muridnya cara mengabar.—Matius 8:20; 10:7-13; Kisah 20:35.

11
Jika kita menganalisis berita Yesus dan metode yang ia gunakan, kita melihat perbedaan yang mencolok antara gayanya dan gaya banyak pengkhotbah Susunan Kristen. Ia tidak memanipulasi kumpulan orang dengan mengumbar emosi mereka atau menggunakan api neraka untuk menakut-nakuti mereka. Sebaliknya, Yesus menggunakan penalaran yang sederhana dan perumpamaan, atau ilustrasi, dari kehidupan sehari-hari untuk mencapai hati dan pikiran. Khotbahnya yang terkenal di Gunung adalah contoh yang luar biasa tentang ajaran dan metode pengajarannya. Dalam khotbah itu, Yesus menyertakan contoh doa yang menunjukkan dengan jelas prioritas orang Kristen, yakni menomorsatukan penyucian nama Allah. (Lihat kotak, halaman 258-9.)—Matius 5:1–7:29; 13:3-53; Lukas 6:17-49.

12
Sewaktu berurusan dengan para pengikutnya dan masyarakat pada umumnya, Yesus memperlihatkan kasih serta keibaan hati. (Markus 6:30-34) Pada waktu mengabarkan berita tentang Kerajaan Allah, ia pun mempraktekkan kasih dan kerendahan hati. Jadi, pada saat-saat terakhir kehidupannya, ia dapat berkata kepada murid-muridnya, ”Aku memberikan kepadamu perintah baru, agar kamu mengasihi satu sama lain; sebagaimana aku telah mengasihi kamu, agar kamu juga mengasihi satu sama lain. Dengan inilah semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-muridku, jika kamu mempunyai kasih di antara kamu.” (Yohanes 13:34, 35) Oleh karena itu, hakikat cara hidup Kekristenan adalah kasih yang rela berkorban berdasarkan prinsip. (Matius 22:37-40) Dalam kehidupan sehari-hari, seorang Kristen bahkan harus mengasihi musuh-musuhnya, meskipun ia mungkin membenci perbuatan jahat mereka. (Lukas 6:27-31) Coba bayangkan. Betapa berbedanya dunia ini seandainya setiap orang benar-benar mempraktekkan kasih seperti itu!—Roma 12:17-21; 13:8-10.

13
Tetapi, Yesus tidak sekadar mengajarkan etika atau filsafat, seperti yang diajarkan oleh Konghucu dan Laozi. Selain itu, tidak seperti Buddha, Yesus tidak mengajarkan bahwa seseorang dapat mengupayakan keselamatannya sendiri melalui jalan pengetahuan dan pencerahan. Ia menandaskan Allah sebagai sumber keselamatan ketika ia berkata, ”Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, ia memberikan Putra satu-satunya yang diperanakkan, agar setiap orang yang memperlihatkan iman akan dia tidak akan dibinasakan melainkan memperoleh kehidupan abadi. Karena Allah mengutus Putranya ke dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan agar dunia diselamatkan melalui dia.”—Yohanes 3:16, 17.

14
Dengan memanifestasikan kasih Bapaknya melalui kata-kata dan perbuatan, Yesus mendekatkan umat manusia kepada Allah. Itulah satu alasan ia dapat berkata, ”Akulah jalan dan kebenaran dan kehidupan. Tidak seorang pun datang kepada Bapak kecuali melalui aku. . . . Ia yang telah melihat aku telah melihat Bapak juga. Bagaimana engkau mengatakan, ’Perlihatkanlah Bapak kepada kami’? Tidakkah engkau percaya bahwa aku dalam persatuan dengan Bapak dan Bapak dalam persatuan dengan aku? Apa yang aku katakan kepada kamu sekalian tidak kukatakan dari diriku sendiri; tetapi Bapak, yang tetap dalam persatuan dengan aku, dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaannya. . . . Kamu telah mendengar bahwa aku mengatakan kepadamu: Aku akan pergi dan aku akan datang kembali kepadamu. Jika kamu mengasihi aku, kamu akan bersukacita bahwa aku akan pergi kepada Bapak, karena Bapak lebih besar daripada aku.” (Yohanes 14:6-28) Ya, Yesus adalah ”jalan dan kebenaran dan kehidupan” karena ia membimbing orang-orang Yahudi kembali kepada Bapaknya, Allah mereka yang benar, Yehuwa. Karena Allah, dengan kasih-Nya yang terunggul, telah mengutus Yesus ke bumi sebagai mercu suar terang dan kebenaran untuk membimbing manusia kepada sang Bapak, pencarian manusia akan Allah seperti mendapat daya dorong melalui Yesus.—Yohanes 1:9-14; 6:44; 8:31, 32.

15
Atas dasar pelayanan dan teladan Yesus, belakangan Paulus sang utusan injil dapat mengatakan kepada orang-orang Yunani di Athena, ”Dan dari satu orang [Allah] menjadikan setiap bangsa manusia, untuk tinggal di atas seluruh permukaan bumi, dan ia menetapkan waktu-waktu yang telah ditentukan dan batas-batas yang tetap untuk tempat tinggal manusia, agar mereka mencari Allah, jika mereka mungkin mencari-cari dia dan benar-benar menemukan dia, meskipun dia sebenarnya tidak jauh dari kita masing-masing. Sebab oleh dialah kita mempunyai kehidupan, kita bergerak, dan kita ada.” (Kisah 17:26-28) Ya, Allah dapat ditemukan jika seseorang mau berupaya mencari Dia. (Matius 7:7, 8) Allah telah menyatakan diri dan kasih-Nya dengan melengkapi bumi ini sehingga dapat menunjang beraneka ragam kehidupan yang seakan tak ada habisnya. Ia memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia, tidak soal apakah mereka adil-benar atau tidak. Ia juga telah menyediakan Firman tertulis-Nya, Alkitab, bagi umat manusia, dan Ia mengutus Putra-Nya sebagai korban tebusan. Di samping itu, Allah menyediakan bantuan yang orang-orang butuhkan untuk menemukan jalan menuju Dia.—Matius 5:43-45; Kisah 14:16, 17; Roma 3:23-26.

16
Tentu saja, kasih Kristen harus dimanifestasikan tidak hanya melalui kata-kata tetapi yang lebih penting melalui perbuatan. Karena itulah, rasul Paulus menulis, ”Kasih itu panjang sabar dan baik hati. Kasih tidak cemburu, tidak membual, tidak menjadi besar kepala, tidak berlaku tidak sopan, tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri, tidak terpancing menjadi marah. Kasih tidak mencatat kerugian. Kasih tidak bersukacita karena ketidakadilbenaran, tetapi bersukacita karena kebenaran. Kasih menanggung segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mempunyai harapan akan segala sesuatu, bertekun menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.”—1 Korintus 13:4-8.

17
Yesus juga menjelaskan betapa pentingnya memberitakan Kerajaan surga—pemerintahan Allah atas umat manusia yang tunduk.—Matius 10:7; Markus 13:10.

Setiap

Orang Kristen Adalah Penginjil

18
Dalam Khotbah di Gunung, Yesus menandaskan kepada kumpulan orang tanggung jawab mereka untuk menerangi orang lain melalui perkataan dan perbuatan. Ia berkata, ”Kamu adalah terang dunia. Suatu kota tidak dapat disembunyikan bila terletak di atas gunung. Orang menyalakan pelita dan meletakkannya, bukan di bawah keranjang takaran, tetapi di atas kaki pelita, dan itu bersinar atas semua orang yang ada di rumah. Demikian pula biarlah terangmu bersinar di hadapan manusia, agar mereka melihat perbuatan baikmu dan memuliakan Bapakmu yang di surga.” (Matius 5:14-16) Dalam perjalanan keliling sebagai rohaniwan, Yesus melatih murid-muridnya cara mengabar dan mengajar. Lalu, apa yang harus mereka kabarkan? Berita yang dikabarkan oleh Yesus sendiri, yaitu tentang Kerajaan Allah yang akan memerintah bumi dengan keadilbenaran. Seperti yang pernah Yesus jelaskan, ”Juga ke kota-kota lain aku harus menyatakan kabar baik tentang kerajaan Allah, karena untuk itulah aku diutus.” (Lukas 4:43; 8:1; 10:1-12) Ia juga mengatakan bahwa salah satu bagian dari tanda hari-hari terakhir ialah ”kabar baik kerajaan ini akan diberitakan di seluruh bumi yang berpenduduk sebagai suatu kesaksian kepada semua bangsa; dan kemudian akhir itu akan datang”.—Matius 24:3-14.

19
Pada tahun 33 M, sebelum naik ke surga, Yesus yang telah dibangkitkan memberi murid-muridnya perintah, ”Semua wewenang di surga dan di bumi telah diberikan kepadaku. Karena itu pergilah dan buatlah orang-orang dari segala bangsa menjadi murid, baptislah mereka dengan nama Bapak dan Putra dan roh kudus, ajarlah mereka untuk menjalankan semua perkara yang aku perintahkan kepadamu. Dan, lihat! aku menyertai kamu sepanjang masa sampai penutup sistem ini.” (Matius 28:18-20) Itulah salah satu alasan mengapa sejak Kekristenan berdiri, agama yang aktif mencari pengikut ini memicu kemarahan dan kecemburuan para penganut agama Yunani dan Romawi yang populer pada zaman itu, yang berlandaskan mitos. Penganiayaan terhadap Paulus di Efesus adalah contoh yang nyata tentang fakta tersebut.—Kisah 19:23-41.

20
Pertanyaannya sekarang: Menurut injil Kerajaan Allah, apa yang terjadi dengan orang mati? Harapan apa bagi orang mati yang Kristus beritakan? Apakah ia menawarkan keselamatan dari ”api neraka” bagi ”jiwa-jiwa tak berkematian” milik orang-orang yang beriman kepadanya? Atau, yang lain?—Matius 4:17.

Harapan

Kehidupan Abadi

21
Harapan yang Yesus kabarkan itu mungkin dapat lebih kita pahami melalui kata-kata dan tindakannya ketika Lazarus sahabatnya meninggal. Bagaimana Yesus memandang kematian sahabatnya? Dalam perjalanan ke rumah Lazarus, Yesus berkata kepada murid-muridnya, ”Lazarus, sahabat kita, telah pergi beristirahat, tetapi aku mengadakan perjalanan ke sana untuk membangunkan dia dari tidur.” (Yohanes 11:11) Yesus menyamakan kematian Lazarus dengan tidur. Pada waktu tidur nyenyak, kita sama sekali tidak sadar, sesuai dengan ungkapan Ibrani di Pengkhotbah 9:5, ”Sebab yang hidup sadar bahwa mereka akan mati; tetapi orang mati, mereka sama sekali tidak sadar akan apa pun.”

22
Meskipun Lazarus telah mati selama empat hari, kita perhatikan bahwa Yesus sama sekali tidak menyinggung apakah jiwa Lazarus ada di surga, di neraka, atau di api penyucian! Ketika Yesus tiba di Betani dan ditemui oleh Marta, saudara perempuan Lazarus, Yesus berkata kepadanya, ”Saudaramu akan bangkit.” Bagaimana jawaban Marta? Apakah ia mengatakan bahwa Lazarus sudah berada di surga? Marta berkata, ”Aku tahu ia akan bangkit dalam kebangkitan pada hari terakhir.” Jawaban itu dengan jelas menunjukkan bahwa orang Yahudi pada waktu itu memiliki harapan kebangkitan, yakni hidup kembali di bumi ini.—Yohanes 11:23, 24, 38, 39.

23
Yesus menjawab, ”Akulah kebangkitan dan kehidupan. Ia yang memperlihatkan iman akan aku, meskipun ia mati, ia akan hidup; dan setiap orang yang hidup dan memperlihatkan iman akan aku tidak akan pernah mati. Apakah engkau percaya akan hal ini?” (Yohanes 11:25, 26) Untuk membuktikan kata-katanya, Yesus pergi ke gua tempat Lazarus dimakamkan lalu meminta dia bangkit di hadapan saudara-saudara perempuannya, Maria dan Marta, serta tetangga-tetangganya. Kisah itu selanjutnya berbunyi, ”Banyak orang Yahudi yang telah datang kepada Maria dan yang melihat apa yang telah dia lakukan, beriman kepadanya . . . Oleh karena itu, kumpulan orang yang ada bersamanya sewaktu ia memanggil Lazarus keluar dari makam peringatan dan membangkitkan dia dari antara orang mati, terus memberikan kesaksian.” (Yohanes 11:45; 12:17) Mereka menyaksikan sendiri mukjizat tersebut, sehingga mereka percaya dan memberi kesaksian tentang kenyataan itu. Para penentang Yesus dari kalangan agama pasti juga percaya akan kejadian ini, karena catatan itu memberi tahu kita bahwa para imam kepala dan orang Farisi berkomplot untuk membunuh Yesus ”karena orang itu mengadakan banyak tanda”.—Yohanes 11:30-53.

24
Ke manakah Lazarus ketika ia mati selama empat hari? Tidak ke mana-mana. Ia tidak sadar, tidur dalam kubur menunggu kebangkitan. Yesus memberkati dia dengan secara mukjizat membangkitkannya dari antara orang mati. Menurut catatan Yohanes, Lazarus sama sekali tidak mengatakan bahwa selama empat hari itu ia berada di surga, neraka, atau api penyucian. Mengapa tidak? Pastilah karena ia tidak mempunyai jiwa tak berkematian yang dapat mengembara ke tempat-tempat itu.—Ayub 36:14; Yehezkiel 18:4.

25
Oleh karena itu, apabila Yesus berbicara tentang kehidupan abadi, yang ia maksudkan adalah kehidupan abadi di surga sebagai makhluk yang telah diubah menjadi pribadi roh yang tidak berkematian untuk memerintah bersama Yesus dalam Kerajaannya, atau kehidupan abadi sebagai manusia dalam firdaus di bumi di bawah pemerintahan Kerajaan itu. (Lukas 23:43; Yohanes 17:3) Menurut janji Allah, Yesus secara kiasan akan tinggal bersama umat manusia yang taat di bumi untuk mendatangkan berkat yang limpah atas bumi. Tentu, semuanya bergantung pada apakah Yesus benar-benar pribadi yang diutus dan diperkenan oleh Allah.—Lukas 22:28-30; Titus 1:1, 2; Penyingkapan 21:1-4.

Perkenan

Allah—Kenyataan, Bukan Mitos

26
Bagaimana kita tahu bahwa Yesus mendapat perkenan Allah? Pertama, ketika Yesus dibaptis, terdengar suara dari langit mengatakan, ”Inilah Putraku, yang kukasihi, kepadanyalah aku berkenan.” (Matius 3:17) Belakangan, perkenan ini ditegaskan di hadapan saksi-saksi lain. Tiga murid asal Galilea, yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes, yang tadinya bekerja sebagai nelayan, menyertai Yesus ke sebuah gunung yang tinggi (mungkin Gunung Hermon, yang tingginya 2.814 meter). Di sana, terjadilah hal yang luar biasa di depan mata mereka, ”Lalu [Yesus] ditransfigurasi di hadapan mereka, dan mukanya bersinar seperti matahari, dan pakaian luarnya menjadi cemerlang seperti terang. Dan, lihat! tampak kepada mereka Musa dan Elia, sedang bercakap-cakap dengan dia. . . . Lihat! suatu awan yang cemerlang menaungi mereka, dan, lihat! suatu suara keluar dari awan, mengatakan, ’Inilah Putraku, yang kukasihi, kepadanyalah aku berkenan; dengarkan dia.’ Mendengar ini murid-murid tersungkur dan sangat ketakutan.”—Matius 17:1-6; Lukas 9:28-36.

27
Penegasan dari Allah ini, yang dapat didengar dan disaksikan, sangat memperkuat iman Petrus sampai-sampai ia belakangan menulis, ”Tidak, sewaktu kami memperkenalkan kepadamu kuasa dan kehadiran Tuan kita, Yesus Kristus, kami tidak melakukannya dengan mengikuti cerita bohong [Yunani: my

thois, mitos] yang dirancang dengan licik, tetapi dengan menjadi saksi mata kebesarannya. Sebab dari Allah, sang Bapak, ia menerima kehormatan dan kemuliaan, ketika kata-kata seperti ini disampaikan kepadanya dengan kemuliaan yang besar, ’Inilah putraku, yang kukasihi, kepadanyalah aku berkenan.’ Ya, kami mendengar kata-kata ini disampaikan dari surga ketika kami berada bersama dia di gunung yang kudus.” (2 Petrus 1:16-18) Tiga murid Yahudi, yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes melihat sendiri mukjizat transfigurasi Yesus dan mendengar suara Allah yang menyatakan perkenan-Nya dari surga. Iman mereka didasarkan atas kenyataan yang telah mereka lihat dan dengar, bukan atas mitos-mitos atau ”dongeng-dongeng Yahudi”. (Lihat kotak, halaman 237.)—Matius 17:9; Titus 1:13, 14.

Kematian

Yesus dan Mukjizat Lain

28
Pada tahun 33 M, Yesus ditangkap dan diadili oleh kalangan berwenang agama Yahudi, dengan tuduhan palsu menghujat karena mengaku-aku sebagai Putra Allah. (Matius 26:3, 4, 59-67) Orang-orang Yahudi itu tampaknya lebih suka jika kalangan berwenang sekuler Romawi yang menghukum mati dia, maka mereka mengirimnya ke Pilatus dan sekali lagi melontarkan tuduhan palsu, kali ini bahwa dia melarang orang membayar pajak kepada Kaisar dan bahwa dia mengaku sebagai raja.—Markus 12:14-17; Lukas 23:1-11; Yohanes 18:28-31.

29
Setelah Yesus dibawa dari satu penguasa ke penguasa lain, gubernur Romawi Pontius Pilatus mengikuti orang banyak dan menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus atas desakan massa yang dikobarkan oleh fanatisme agama. Akibatnya, Yesus mati secara hina pada sebuah tiang, dan mayatnya diletakkan dalam sebuah makam. Tetapi, tiga hari kemudian terjadilah suatu peristiwa yang membuat murid-murid Yesus yang berdukacita menjadi orang-orang beriman yang bersukacita dan penginjil yang bersemangat.—Yohanes 19:16-22; Galatia 3:13.

30
Para pemimpin agama, yang curiga kalau-kalau para pengikut Yesus akan menggunakan tipu daya, menghadap Pilatus dan mengajukan permintaan, ”’Pak, kami ingat bahwa penipu itu ketika masih hidup mengatakan, ”Setelah tiga hari aku akan dibangkitkan.” Karena itu perintahkanlah agar kuburan itu dijaga dengan ketat hingga hari ketiga, supaya murid-muridnya jangan sekali-kali datang dan mencuri dia dan mengatakan kepada orang-orang, ”Dia telah dibangkitkan dari antara orang mati!” dan tipuan yang terakhir ini akan lebih buruk daripada yang pertama.’ Pilatus mengatakan kepada mereka, ’Kamu mempunyai penjaga. Pergilah, jagalah kuburan itu seketat mungkin seperti yang kamu tahu.’ Maka mereka pergi dan menjaga ketat kuburan itu dengan memeteraikan batunya dan menempatkan penjaga.” (Matius 27:62-66) Ternyata, seberapa amankah penjagaan mereka?

31
Pada hari ketiga setelah kematian Yesus, tiga wanita pergi ke makam untuk mengolesi mayatnya dengan minyak wangi. Apa yang mereka dapati? ”Pagi-pagi sekali pada hari pertama minggu itu, mereka datang ke makam peringatan, setelah matahari terbit. Dan mereka berkata satu sama lain, ’Siapa yang akan menggulingkan batu itu dari pintu makam peringatan bagi kita?’ Tetapi ketika mereka memandang, mereka melihat bahwa batu itu telah digulingkan, meskipun batu itu sangat besar. Sewaktu mereka masuk ke dalam makam peringatan, mereka melihat seorang pria muda yang mengenakan jubah putih duduk di sebelah kanan, dan mereka termangu. Ia mengatakan kepada mereka, ’Janganlah termangu. Kamu mencari Yesus, orang Nazaret, yang telah dipantek itu. Dia telah dibangkitkan, dia tidak ada di sini. Lihatlah! Tempat mereka membaringkan dia. Tetapi pergilah, beri tahu murid-muridnya dan Petrus, ”Dia pergi mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat dia, sebagaimana telah dia katakan kepadamu.”’” (Markus 16:1-7; Lukas 24:1-12) Meskipun para pemimpin agama menyiapkan penjagaan khusus di tempat itu, Yesus telah dibangkitkan oleh Bapaknya. Apakah ini mitos atau fakta sejarah?

32
Kira-kira 22 tahun setelah peristiwa ini, Paulus, seorang bekas penganiaya orang Kristen, menulis dan menjelaskan bagaimana ia sampai percaya bahwa Kristus telah dibangkitkan, ”Karena aku meneruskan kepadamu, di antara hal-hal pertama, apa yang juga aku terima, yaitu bahwa Kristus mati bagi dosa-dosa kita sesuai dengan Tulisan-Tulisan Kudus; dan bahwa ia dikuburkan, ya, bahwa ia dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan Tulisan-Tulisan Kudus; dan bahwa ia menampakkan diri kepada Kefas, kemudian kepada kedua belas murid itu. Setelah itu ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus, yang sebagian besar di antaranya masih ada sampai sekarang, tetapi beberapa telah tidur dalam kematian. Setelah itu ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.” (1 Korintus 15:3-7) Ya, Paulus mempunyai dasar yang nyata untuk mempertaruhkan nyawanya demi Yesus yang telah dibangkitkan, dan ini termasuk kesaksian sekitar 500 saksi mata yang telah melihat sendiri Yesus yang telah dibangkitkan! (Roma 1:1-4) Paulus tahu bahwa Yesus telah dibangkitkan, dan ia mempunyai alasan yang bahkan jauh lebih kuat untuk mengatakan demikian, seperti yang ia jelaskan selanjutnya, ”Namun yang paling akhir ia menampakkan diri juga kepadaku seolah-olah kepada seseorang yang dilahirkan sebelum waktunya.”—1 Korintus 15:8, 9; Kisah 9:1-19.

33
Orang Kristen masa awal rela mati sebagai martir di arena-arena Romawi. Mengapa? Karena mereka tahu bahwa iman mereka bukan berdasarkan mitos, melainkan kenyataan sejarah. Bukanlah khayalan bahwa Yesus adalah Kristus, atau Mesias, yang dijanjikan dalam nubuat dan bahwa Ia telah diutus ke bumi oleh Allah, menerima perkenan Allah, mati di tiang sebagai Putra Allah yang memelihara integritas, dan telah dibangkitkan dari antara orang mati.—1 Petrus 1:3, 4.

34
Kami menganjurkan Anda membaca seluruh pasal 15 dari surat Paulus yang pertama kepada orang-orang Korintus untuk memahami apa yang Paulus percayai tentang kebangkitan dan mengapa hal itu sangat penting bagi iman orang Kristen. Inti beritanya dinyatakan dalam kata-kata ini, ”Tetapi sekarang Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai buah sulung dari antara orang-orang yang telah tidur dalam kematian. Karena, mengingat kematian datang melalui seorang manusia [Adam], kebangkitan orang mati juga melalui seorang manusia. Karena sebagaimana semua manusia mati sehubungan dengan Adam, demikian juga semua manusia akan dihidupkan sehubungan dengan Kristus.”—1 Korintus 15:20-22.

35
Jadi, kebangkitan Kristus Yesus mempunyai tujuan yang akhirnya akan bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Hal itu juga membuka jalan bagi Yesus untuk akhirnya menggenapi nubuat-nubuat Mesianik lainnya. Tidak lama lagi, pemerintahannya yang adil-benar dari surga pasti akan menjangkau bumi yang sudah dibersihkan. Kemudian, terwujudlah apa yang Alkitab lukiskan sebagai ”langit baru dan bumi baru” yang di dalamnya Allah ”akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan kematian tidak akan ada lagi, juga tidak akan ada lagi perkabungan atau jeritan atau rasa sakit. Perkara-perkara yang terdahulu telah berlalu”.—Penyingkapan 21:1-4.

Kemurtadan

dan Penganiayaan

36
Tidak lama setelah kematian dan kebangkitan Yesus, terjadilah mukjizat lain yang menguatkan dan mendorong pengabaran yang dilakukan oleh orang Kristen masa awal. Pada hari Pentakosta tahun 33 M, Allah mencurahkan roh kudus atau tenaga aktif-Nya dari surga, ke atas kira-kira 120 orang Kristen yang berkumpul di Yerusalem. Hasilnya? ”Lalu terlihatlah oleh mereka lidah-lidah seperti api yang dibagi-bagikan dan hinggap di atas mereka masing-masing, dan mereka semua dipenuhi dengan roh kudus dan mulai berbicara dengan berbagai bahasa, tepat seperti yang dikaruniakan roh itu kepada mereka untuk diucapkan.” (Kisah 2:3, 4) Pada waktu itu, orang Yahudi dan proselit Yahudi yang berbahasa asing yang sedang berada di Yerusalem tercengang mendengar orang-orang Yahudi dari Galilea yang dianggap bodoh itu berbicara dalam bahasa-bahasa asing. Hasilnya, banyak yang menjadi orang percaya. Berita Kristen ini tersebar secepat kilat ketika orang-orang Yahudi yang baru percaya itu kembali ke negeri-negeri mereka.—Kisah 2:5-21.

37
Tetapi, tidak lama kemudian keadaan menjadi suram. Orang Romawi khawatir terhadap agama baru ini yang mereka pikir ateistis lantaran tidak memiliki berhala. Bermula dari Kaisar Nero, orang Romawi melancarkan penganiayaan yang kejam atas orang Kristen selama tiga abad pertama tarikh Masehi. Banyak orang Kristen dihukum mati di stadion besar untuk memuaskan para kaisar dan massa yang sadis serta haus darah, yang datang berduyun-duyun untuk menyaksikan para tahanan dilemparkan ke binatang-binatang buas.

38
Faktor lain yang mengganggu orang Kristen pada masa awal itu adalah sesuatu yang telah dinubuatkan oleh para rasul. Misalnya, Petrus berkata, ”Akan tetapi, dahulu juga ada nabi-nabi palsu di antara orang-orang, sebagaimana akan ada juga guru-guru palsu di antara kamu. Orang-orang ini dengan diam-diam akan membawa masuk sekte-sekte yang membinasakan dan akan menyangkal bahkan pemilik yang membeli mereka, sehingga mendatangkan kebinasaan yang akan menimpa mereka dengan cepat.” (2 Petrus 2:1-3) Kemurtadan! Kemurtadan adalah penyimpangan dari ibadat sejati, kompromi dengan tren keagamaan terkini dalam dunia Romawi, yang sarat dengan filsafat dan pemikiran Yunani. Bagaimana hal itu dapat terjadi? Pertanyaan tersebut dan pertanyaan-pertanyaan yang terkait akan dijawab dalam pasal berikut.—Kisah 20:30; 2 Timotius 2:16-18; 2 Tesalonika 2:3.
[Catatan
Kaki]
Istilah ”Susunan Kristen” yang digunakan di sini memaksudkan wilayah kegiatan sekte-sekte dan agama-agama yang mengaku Kristen. ”Kekristenan” memaksudkan bentuk ibadat dan jalan yang tulen menuju Allah, sebagaimana diajarkan oleh Yesus Kristus.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar