"

Rabu, 20 Februari 2013

Islam--Jalan menuju allah melalui ketaatan

Pasal
12

Islam—Jalan
menuju Allah melalui Ketaatan

[Huruf-huruf
Arab]

”DENGAN menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” Kalimat ini adalah terjemahan dari teks Quran dalam bahasa Arab yang tertera di atas. Kelanjutan teks itu berbunyi, ”Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”—Quran, surat 1:1-7.

2
Kata-kata ini merupakan Al Faatihah (”Pembukaan”), surat pertama kitab suci orang Muslim Al Quran, atau Quran. Karena lebih dari 1 di antara 5 penduduk dunia beragama Islam dan setiap hari orang Muslim yang saleh melantunkan ayat-ayat ini lebih dari satu kali pada kelima waktu salat, kata-kata ini pasti termasuk kata-kata yang paling banyak diucapkan di muka bumi.

3
Menurut sebuah sumber, ada lebih dari 1.250 juta orang Muslim di dunia, sehingga Islam menjadi agama terbesar di dunia. Bisa dikatakan, Islam adalah agama besar yang berkembang paling cepat di dunia, seiring dengan semakin meluasnya gerakan Muslim di Afrika dan dunia Barat.

4
Nama Islam penting bagi seorang Muslim, karena kata ini berarti ”taat”, ”berserah diri”, atau ”ikrar” kepada Allah, dan menurut seorang sejarawan, ”Islam menyatakan sikap batin orang-orang yang mendengarkan penyiaran Muhammad.” ”Muslim” berarti ”orang yang melaksanakan atau menjalankan Islam”.

5
Orang Muslim percaya bahwa keyakinan mereka adalah penyempurna wahyu yang diturunkan kepada orang Ibrani dan orang Kristen, atau Nasrani, yang setia pada zaman dulu. Akan tetapi, dalam beberapa hal ajaran mereka menyimpang dari Alkitab, walaupun Quran mengutip Kitab-Kitab Ibrani dan Yunani. (Lihat kotak, halaman 285.) Untuk lebih memahami keyakinan orang Muslim, kita perlu mengetahui bagaimana, di mana, dan kapan agama ini mulai.

Muhammad

Menerima Panggilan

6
Muhammad dilahirkan di Mekah, Arab Saudi, sekitar tahun 570 M. Ayahnya, Abdullah, meninggal sebelum Muhammad lahir. Ibunya, Aminah, meninggal ketika Muhammad baru berumur kira-kira enam tahun. Pada masa itu, orang Arab menjalankan suatu bentuk ibadat kepada Allah yang berpusat di Lembah Mekah, di lokasi suci Ka’bah, yaitu bangunan sederhana berbentuk kubus tempat sebuah meteorit hitam dipuja. Menurut kisah turun-temurun Islam, ”Ka’bah pada mulanya dibangun oleh Adam berdasarkan contoh baku yang berasal dari surga dan setelah Air Bah dibangun kembali oleh Ibrahim dan Ismael.” (History of the Arabs, oleh Philip K. Hitti) Ka’bah menjadi tempat penyimpanan 360 berhala, satu berhala untuk satu hari sepanjang tahun kamariah.

7
Seraya Muhammad semakin dewasa, ia mempertanyakan berbagai praktek keagamaan pada zamannya. John Noss, dalam bukunya Man’s Religions, menyatakan, ”[Muhammad] tidak senang dengan pertikaian yang tak ada habisnya di antara para pemuka kaum Quraisy [kaumnya Muhammad] yang konon adalah demi agama dan kehormatan. Ia merasa lebih tidak puas lagi terhadap unsur-unsur primitif yang terus dihidupkan dalam agama Arab, yaitu politeisme serta animisme yang penuh berhala, amoralitas pada pertemuan serta perayaan keagamaan, minuman keras, perjudian, serta tari-tarian yang populer pada waktu itu, dan penguburan hidup-hidup bayi perempuan yang tidak diinginkan, yang tidak hanya dipraktekkan di Mekah tetapi juga di seluruh jazirah Arab.”—Surat 6:137.

8
Muhammad terpanggil untuk menjadi nabi ketika ia berumur kira-kira 40 tahun. Ia mempunyai kebiasaan menyepi di gua sebuah gunung yang tidak jauh, yang disebut Gua Hira, untuk bertafakur (merenung), dan pada salah satu kesempatan inilah ia mengaku menerima panggilan untuk menjadi nabi. Menurut kisah turun-temurun orang Muslim, ketika ia berada di sana, seorang malaikat, yang kemudian dikenal sebagai Jibril, menyuruhnya membaca dengan menyebut nama Allah. Muhammad tidak dapat melakukannya, maka malaikat itu ’merengkuhnya kuat-kuat hingga nafasnya sesak’. Kemudian malaikat itu mengulangi perintahnya. Sekali lagi, Muhammad tidak dapat melakukannya, sehingga malaikat itu ’merengkuhnya’ lagi. Hal ini terjadi tiga kali sampai Muhammad mulai membaca kata-kata yang dianggap sebagai wahyu pertama dari serangkaian wahyu yang kemudian menjadi Quran. (”Sejarah Ringkas Nabi Muhammad saw” dalam ”Muqaddimah” Al Qur’an dan Terjemahnya) Menurut kisah lain, wahyu diturunkan kepada Muhammad seperti gemerincing lonceng.

Diturunkannya

Quran

9
Apa yang dianggap sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad? Narasumber Muslim pada umumnya sepakat bahwa wahyu pertama itu adalah lima ayat pertama dalam surat 96, berjudul Al-’Alaq, ”Segumpal Darah”, yang berbunyi,
”Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

10
Menurut keterangan dalam ”Muqaddimah” Al Qur’an dan Terjemahnya, Muhammad menjawab, ”Aku tidak dapat membaca.” Jadi, ia harus menghafal wahyu-wahyu tersebut agar ia dapat mengulangi dan melantunkannya. Orang Arab kuat menghafal, dan tidak terkecuali Muhammad. Berapa banyak waktu yang ia butuhkan untuk menerima semua wahyu Quran? Menurut pendapat umum, wahyu-wahyu tersebut diturunkan dalam kurun waktu 20 sampai 23 tahun, sejak kira-kira tahun 610 M sampai wafatnya Muhammad pada tahun 632 M.

11
Para narasumber Muslim menjelaskan bahwa setelah menerima setiap wahyu, Muhammad segera melantunkannya di depan orang-orang yang kebetulan berada di dekatnya. Orang-orang ini kemudian menghafalkan dan melantunkannya berulang-ulang. Karena orang Arab belum mengenal cara pembuatan kertas, Muhammad menyuruh para penyalin menuliskan wahyu-wahyu itu di atas bahan-bahan primitif yang tersedia ketika itu, seperti tulang belikat unta, pelepah kurma, kayu, dan perkamen. Akan tetapi, baru setelah sang nabi wafat, semua wahyu tersebut disusun menjadi Quran seperti yang ada sekarang, di bawah bimbingan para penerus dan sahabat Muhammad. Hal itu terjadi selama masa pemerintahan tiga khalifah, atau pemimpin Muslim, yang pertama.

12
Seorang penerjemah bernama Muhammad Pickthall menulis, ”Semua surat Quran telah dicatat dalam bentuk tulisan sebelum sang Nabi wafat, dan banyak orang Muslim menghafalkan seluruh isi Quran. Tetapi, surat-surat yang tertulis telah tersebar di antara banyak orang; dan ketika dalam suatu pertempuran . . . sejumlah besar orang yang hafal seluruh isi Quran terbunuh, seluruh isi Quran dikumpulkan dan disusun dalam bentuk tertulis.”

13
Kehidupan orang Muslim diatur oleh tiga sumber—Quran, Hadis, dan Syariat. (Lihat kotak di bawah.) Orang Muslim percaya bahwa Quran dalam bahasa Arab adalah bentuk wahyu yang paling murni karena menurut mereka bahasa inilah yang Allah gunakan sewaktu berbicara melalui Jibril. Surat 43:3 menyatakan, ”Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).” Jadi, setiap terjemahan dianggap sebagai pengenceran belaka sehingga tidak murni lagi. Malah, beberapa pakar agama Islam menolak untuk menerjemahkan Quran. Mereka berpandangan bahwa ”menerjemahkan berarti tidak loyal”, dan karena itu, sebagaimana dikatakan oleh Dr. J. A. Williams, seorang dosen sejarah Islam, ”Orang Muslim selalu mencela dan bahkan adakalanya melarang setiap upaya untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa lain.”

Penyebaran

Agama Islam

14
Muhammad menghadapi tentangan besar sewaktu mendirikan iman barunya. Penduduk Mekah, bahkan dari kaumnya sendiri, menolak dia. Setelah 13 tahun dianiaya dan dibenci, ia memindahkan pusat kegiatannya ke utara ke Yatsrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinatun Nabiy (Madinah), yang berarti ”Kota Nabi”. Perpindahan ini, atau hijrah, pada tahun 622 M merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam, dan tahun tersebut kemudian dipakai sebagai titik awal penanggalan Islam.

15
Di kemudian hari, Muhammad memperoleh kekuasaan ketika Mekah takluk pada bulan Januari 630 M (8 H) dan ia menjadi penguasanya. Dengan memegang kendali sekuler dan religius sekaligus, ia dapat menyingkirkan berhala dari Ka’bah dan menjadikannya pusat ibadah haji di Mekah, yang terus berlangsung sampai sekarang.—Lihat halaman 289, 303.

16
Dalam beberapa dasawarsa setelah wafatnya Muhammad pada tahun 632 M, Islam telah menyebar sejauh Afghanistan dan bahkan sampai ke Tunisia di Afrika Utara. Pada awal abad kedelapan, keyakinan akan Quran telah menembus Spanyol dan mencapai perbatasan Prancis. Seperti dinyatakan oleh Profesor Ninian Smart dalam bukunya Background to the Long Search, ”Jika dilihat dari sudut pandangan manusia, apa yang dicapai seorang nabi berkebangsaan Arab pada abad keenam dan ketujuh setelah Kristus sangat menakjubkan. Di mata manusia secara umum, dari dialah suatu peradaban baru lahir. Tetapi, tentu saja di mata seorang Muslim apa yang dicapai itu berasal dari Allah.”

Wafatnya

Muhammad Melahirkan Perpecahan

17
Wafatnya sang nabi memicu krisis. Ia tidak mempunyai keturunan laki-laki dan tidak menetapkan seorang penerus yang pasti. Sebagaimana dikatakan Philip Hitti, ”Itu sebabnya, soal khalifah adalah problem tertua bagi agama Islam. Masalah ini belum selesai. . . . Menurut sejarawan Muslim al-Shahrastani [1086-1153], ’Masalah Islam yang paling banyak menimbulkan pertumpahan darah adalah masalah khalifah (imamah).’” Bagaimana problem itu diselesaikan pada tahun 632 M? ”Abu Bakar . . . ditunjuk (8 Juni 632) sebagai penerus Muhammad melalui pemilihan oleh para pemimpin di ibu kota, al-Madinah.”—History of the Arabs.

18
Penerus sang nabi akan menjadi pemimpin, seorang khalifah. Akan tetapi, masalah tentang penerus sejati Muhammad menjadi penyebab perpecahan dalam tubuh agama Islam. Orang Muslim Sunni menganut prinsip bahwa yang berhak menjadi pemimpin adalah yang terpilih, tidak soal ia keturunan sang nabi atau tidak. Karena itu, mereka percaya bahwa ketiga khalifah pertama, Abu Bakar (mertua Muhammad), Umar (penasihat sang nabi), dan Utsman (menantu sang nabi), adalah para penerus sah Muhammad.

19
Pernyataan itu ditentang oleh orang Muslim Syiah, yang mengatakan bahwa pemimpin yang sejati berasal dari garis keturunan sang nabi dan melalui sepupu serta menantunya, Ali bin Abi Thalib, imam (pemimpin dan penerus) pertama, yang menikah dengan Fatimah, putri kesayangan Muhammad. Dari pernikahan mereka lahirlah cucu-cucu lelaki Muhammad, yaitu Hasan dan Husein. Kaum Syiah juga menyatakan ”bahwa sejak semula Allah dan Nabi-Nya jelas-jelas menunjuk Ali sebagai satu-satunya penerus yang sah, tetapi ketiga khalifah yang pertama merebut jabatannya yang sah”. (History of the Arabs) Tentu saja, kaum Sunni memiliki pandangan yang berlawanan.

20
Apa yang terjadi dengan Ali? Selama kepemimpinannya sebagai khalifah keempat (656-661 M), timbullah perebutan kepemimpinan antara dirinya dan gubernur Siria, Muawiyah. Mereka bertempur, tetapi agar tidak terjadi lebih banyak pertumpahan darah di kalangan orang Muslim, mereka mengajukan persengketaan mereka ke pihak penengah. Diterimanya tawaran damai oleh Ali melemahkan kedudukannya dan membuat banyak pengikutnya meninggalkan dia, termasuk kaum Khawarij (Sempalan), yang menjadi seteru besarnya. Pada tahun 661 M, Ali dibunuh dengan pedang beracun oleh seorang Khawarij fanatik. Kedua belah pihak (Sunni dan Syiah) masih saja bertikai. Belakangan, kaum Sunni memilih seorang pemimpin dari antara Umayyad, yaitu para pemuka Mekah yang kaya, yang bukan keluarga nabi.

21
Bagi kaum Syiah, penerus sejati Muhammad adalah cucunya, Hasan, putra sulung Ali. Akan tetapi, ia mengundurkan diri dan dibunuh. Adiknya, Husein, menjadi imam yang baru, tetapi ia pun dibunuh oleh pasukan Umayyad pada tanggal 10 Oktober 680 M. Kematian Husein, yang menurut kaum Syiah mati syahid, berdampak besar atas Syiat Ali, atau partai Ali, sampai sekarang. Mereka percaya bahwa Ali adalah penerus sejati Muhammad dan ’imam [pemimpin] pertama yang mendapat perlindungan Allah terhadap kesalahan dan dosa’. Ali dan para penerusnya dianggap oleh orang Syiah sebagai guru-guru yang tidak pernah keliru, yang mendapat ”anugerah Allah berupa keadaan tak bercela”. Golongan mayoritas dalam Syiah percaya bahwa hanya ada 12 imam yang sejati, dan imam yang terakhir, Muhammad al-Muntazar, menghilang (878 M) ”di gua masjid raya di Samarra tanpa meninggalkan keturunan”. Maka, ”ia menjadi imam ’yang bersembunyi (mustatir)’ atau ’yang diharapkan (muntazar)’. . . . Pada saatnya ia akan muncul sebagai imam Mahdi (pribadi yang mendapat bimbingan ilahi) untuk memulihkan Islam yang sejati, menaklukkan seluruh dunia dan memulai zaman keemasan yang singkat sebelum akhir segala sesuatu”.—History of the Arabs.

22
Setiap tahun, kaum Syiah memperingati mati syahidnya Imam Husein. Mereka mengadakan arak-arakan, ada yang menyiksa diri dengan pisau serta pedang dan dengan cara-cara lain. Pada zaman yang lebih modern, kaum Syiah banyak mendapat sorotan karena semangat mereka demi gerakan Islam. Akan tetapi, jumlah mereka hanya kira-kira 20 persen jumlah orang Muslim di dunia, yang mayoritasnya adalah kaum Sunni. Akan tetapi, sekarang mari kita beralih ke beberapa ajaran Islam dan memperhatikan bagaimana keyakinan agama Islam mempengaruhi tingkah laku sehari-hari orang Muslim.

Yang

Mahatinggi itu Allah, Bukan Yesus

23
Tiga agama besar yang monoteis di dunia adalah Yudaisme, Kekristenan, dan Islam. Akan tetapi, pada saat Muhammad berkiprah menjelang awal abad ketujuh M, dua agama yang pertama tadi, menurut dia, sudah menyimpang dari jalan kebenaran. Bahkan, Quran secara tidak langsung mengutuk orang Yahudi dan orang Kristen sewaktu mengatakan, ”Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Surat 1:7) Mengapa demikian?

24
Quran menyatakan, ’Ahli kitab dikutuk: orang Yahudi karena melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam; dan orang Nasrani karena mengatakan Nabi Isa a.s. itu Allah’ melalui doktrin Tritunggal.—Surat 4:153-176.

25
Secara ringkas, ajaran utama agama Islam adalah syahadat, atau pengakuan iman, yang dihafalkan setiap orang Muslim, ”Laa Ilaaha Illallah; Muhammadar Rasulullah” (Tiada Tuhan selain Allah; Muhammad adalah utusan Allah). Ini sesuai dengan pernyataan dalam Quran, ”Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Surat 2:163) Gagasan seperti itu telah dinyatakan 2.000 tahun sebelumnya dalam imbauan kepada Israel, ”Dengarkanlah, hai, Israel: Yehuwa adalah Allah kita; Yehuwa itu esa.” (Ulangan 6:4) Yesus mengulangi perintah yang terpenting ini, yang dicatat dalam Markus 12:29, kira-kira 600 tahun sebelum Muhammad, dan Yesus tidak pernah mengaku sebagai atau setara dengan Allah.—Markus 13:32; Yohanes 14:28; 1 Korintus 15:28.

26
Mengenai keesaan Allah, Quran menyatakan, ”Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, ’(Tuhan itu) tiga’, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa.” (Surat 4:171) Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa Kekristenan sejati tidak mengajarkan Tritunggal. Doktrin ini berasal dari kekafiran yang diperkenalkan oleh orang-orang murtad dalam Susunan Kristen setelah kematian Kristus dan para rasul.—Lihat Pasal 11.

Jiwa,

Kebangkitan, Firdaus, dan Api Neraka

27
Agama Islam mengajarkan bahwa manusia mempunyai jiwa yang kelak pindah ke akhirat. Quran menyatakan, ”Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya: maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya.” (Surat 39:42) Selain itu, seluruh surat 75 berbicara tentang ”Hari Kiamat”, atau hari dihidupkannya orang mati. Sebagian isinya berbunyi, ”Aku bersumpah dengan hari kiamat . . . Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? . . . Ia bertanya: ’Bilakah hari kiamat itu?’ . . . Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?”—Surat 75:1, 3, 6, 40.

28
Menurut Quran, jiwa bisa memiliki nasib akhir yang berbeda, yakni pergi ke taman firdaus di surga atau ke tempat penghukuman di api neraka. Seperti dikatakan Quran, ”Mereka bertanya: ’Bilakah hari pembalasan itu?’ (Hari pembalasan itu ialah) pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Dikatakan kepada mereka): ’Rasakanlah azabmu itu.’” (Surat 51:12-14) ”Bagi mereka [para pedosa] azab dalam kehidupan dunia dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras dan tak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari (azab) Allah.” (Surat 13:34) Pertanyaannya adalah, ”Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Surat 101:10, 11) Nasib yang mengerikan ini digambarkan secara terperinci, ”Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surat 4:56) Uraian lebih jauh berbunyi, ”Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, . . . mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah.”—Surat 78:21, 23-25.

29
Orang Muslim percaya bahwa jiwa orang mati pergi ke alam barzakh, atau ”dinding”, ”suatu kehidupan baru, yaitu kehidupan dalam kubur, yang membatasi antara dunia dan akhirat”. (Surat 23:99, 100, catatan kaki) Di sana, jiwa tersebut sadar dan mengalami apa yang disebut ”Siksa Kubur” jika orang tersebut fasik, atau menikmati kebahagiaan jika ia seorang mukmin (orang yang beriman). Akan tetapi, orang mukmin pun harus mengalami sedikit penyiksaan karena sedikit dosa yang mereka lakukan sewaktu masih hidup. Di akhirat, setiap orang menemui nasib kekalnya, yang mengakhiri keadaan peralihan tersebut.

30
Sebaliknya, orang-orang yang saleh dijanjikan taman firdaus di surga, ”Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya.” (Surat 4:57) ”Sesungguhnya penghuni syurga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.” (Surat 36:55, 56) ”Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam Lauhul Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh).” (Surat 21:105) Kata-kata dalam surat ini selaras dengan isi kitab yang diturunkan kepada Daud, khususnya di Mazmur 25:13 dan 37:11, 29, juga dengan kata-kata Yesus dalam Matius 5:5. Namun, disebutkannya istri-istri di surat tadi memicu timbulnya pertanyaan lain.

Monogami

atau Poligami?

31
Apakah poligami merupakan kebiasaan umum orang Muslim? Quran mengizinkan poligami, namun banyak orang Muslim hanya mempunyai satu istri. Mengingat ada banyak janda akibat peperangan, poligami ditoleransi dalam Quran sebagai berikut, ”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (Surat 4:3) Sebuah biografi Muhammad karya Ibnu-Hisham menjelaskan bahwa Muhammad menikahi seorang janda kaya, Siti Khadijah, yang usianya 15 tahun lebih tua daripada dia. Setelah istrinya ini meninggal, ia menikahi banyak wanita. Ketika ia wafat, ia meninggalkan sembilan janda.

32
Bentuk pernikahan lain dalam agama Islam disebut mutah. Pernikahan ini adalah ”perjanjian khusus antara seorang pria dan seorang wanita melalui penawaran dan persetujuan untuk menikah selama periode yang terbatas dan dengan maskawin yang sudah ditentukan seperti dalam perjanjian untuk pernikahan yang permanen”. (Islamuna, oleh Mustafa al-Rafii) Kaum Sunni menyebutnya pernikahan demi kesenangan, sedangkan kaum Syiah menyebutnya pernikahan yang harus diakhiri dalam periode tertentu. Menurut sumber yang sama, ”Anak-anak [hasil pernikahan demikian] itu sah dan mempunyai hak yang sama seperti anak-anak hasil pernikahan yang permanen.” Tampaknya bentuk pernikahan sementara ini biasa dilakukan pada zaman Muhammad, dan dia mengizinkannya. Kaum Sunni berkeras bahwa hal ini belakangan dilarang, sedangkan golongan Imami, kelompok mayoritas dalam Syiah, percaya bahwa ini masih berlaku. Sebenarnya, banyak orang melakukan hal itu, terutama apabila seorang pria tidak bersama istrinya untuk jangka waktu yang lama.

Islam

dan Kehidupan Sehari-hari

33
Agama Islam memiliki lima Rukun Islam, atau kewajiban utama, dan enam Rukun Iman, atau keyakinan dasar. (Lihat kotak, halaman 296, 303.) Salah satu kewajiban orang Muslim yang saleh adalah melakukan sembahyang (salat) lima kali sehari dengan menghadap ke Mekah. Pada hari Jumat, pria-pria Muslim umumnya melakukan salat berjamaah di masjid setelah mendengar alunan azan yang diserukan muazin dari menara masjid. Dewasa ini, banyak masjid hanya memutar rekaman azan.

34
Masjid adalah tempat ibadat orang Muslim, yang oleh Raja Fahd Bin Abdul Aziz dari Arab Saudi digambarkan sebagai ”batu penjuru untuk menyebut nama Allah”. Ia mendefinisikan masjid sebagai ”tempat salat, belajar, kegiatan hukum dan peradilan, konsultasi, dakwah, penyuluhan, pendidikan dan persiapan. . . . Masjid adalah jantung masyarakat Muslim”. Sekarang tempat ibadat ini terdapat di seluruh dunia. Salah satu yang paling terkenal dalam sejarah adalah Masjid Raya Kordoba, Spanyol, yang selama berabad-abad merupakan masjid terbesar di dunia. Sekarang, bangunan utama masjid itu menjadi katedral Katolik.

Konflik

dengan dan dalam Susunan Kristen

35
Mulai abad ketujuh, Islam menyebar ke arah barat ke Afrika Utara, ke arah timur ke Pakistan, India, serta Bangladesh, dan ke selatan ke Indonesia. Dalam penyebarannya, agama ini terlibat konflik dengan Gereja Katolik yang militan, yang mengorganisasi Perang Salib untuk merebut kembali Tanah Suci dari orang Muslim. Pada tahun 1492, pada masa pemerintahan Ratu Isabella dan Raja Ferdinand, Spanyol ditaklukkan kembali sepenuhnya oleh orang Katolik. Orang Muslim dan orang Yahudi harus berganti agama, kalau tidak, mereka akan diusir dari Spanyol. Toleransi yang telah terbina selama pemerintahan orang Muslim di Spanyol belakangan lenyap akibat Inkuisisi Katolik. Akan tetapi, agama Islam bertahan dan pada abad ke-20 bangkit serta berkembang pesat.

36
Seraya agama Islam berkembang, Gereja Katolik mengalami gejolak internal, berjuang untuk mempertahankan kesatuan dalam tubuhnya. Akan tetapi, dua pengaruh kuat sudah di ambang pintu dan akan lebih mengguncangkan kekuatan tunggal gereja tersebut. Dua pengaruh itu adalah mesin cetak dan Alkitab dalam bahasa rakyat jelata. Pasal berikut akan membahas perpecahan lebih jauh dalam tubuh Susunan Kristen di bawah pengaruh tersebut dan pengaruh-pengaruh lain.
[Catatan
Kaki]
”Quran” (yang berarti ”Bacaan”) adalah pengejaan yang akan kita gunakan di sini. Perlu diperhatikan bahwa bahasa asli Quran adalah bahasa Arab, dan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang dipakai di seluruh pasal ini diambil dari Al Qur’an dan Terjemahnya karya Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, di bawah pengawasan Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 1989. Dalam kutipan-kutipan, nomor pertama menunjukkan surat, surah atau pasal, dan yang kedua adalah nomor ayat.
Orang Muslim percaya bahwa Alkitab berisi wahyu-wahyu Allah tetapi beberapa di antaranya kemudian dipalsukan.
 
Jadi, tahun Islam disebut tahun H (tarikh Hijriah atau tahun perpindahan) dan bukan M (tarikh Masehi).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar