"

Kamis, 01 November 2012

Membina keluarga yg sukses.







Pasal
29

Membina
Keluarga yang Sukses

KETIKA Allah Yehuwa menciptakan pria dan wanita pertama, Ia mempersatukan mereka untuk menghasilkan sebuah keluarga. (Kejadian 2:21-24; Matius 19:4-6) Maksud-tujuan Allah adalah agar pasangan suami istri ini berkembang dengan melahirkan anak-anak. Kemudian, apabila anak-anak ini menjadi dewasa, mereka akan menikah dan membentuk keluarga sendiri. Maksud-tujuan Allah adalah, agar pada waktunya keluarga-keluarga yang bahagia akan hidup di setiap bagian dari bumi. Mereka akan menjadikan seluruh bumi suatu firdaus yang indah.—Kejadian 1:28.








2

Namun, dewasa ini, keluarga-keluarga berantakan, dan banyak yang masih utuh tidak bahagia. Maka seseorang mungkin bertanya: ‘Jika keluarga benar-benar diciptakan oleh Allah, bukankah kita seharusnya mengharapkan hasil-hasil yang lebih baik?’ Akan tetapi, Allah tidak dapat dipersalahkan atas kegagalan keluarga. Seorang pengusaha pabrik mungkin membuat suatu barang dan menyediakan petunjuk-petunjuk mengenai cara memakainya. Akan tetapi, apakah kesalahan dari pengusaha pabrik jika barang itu rusak karena si pembeli tidak mengikuti petunjuk-petunjuknya? Sama sekali tidak. Sekalipun mutunya sempurna, barang itu akan rusak, karena tidak dipakai dengan semestinya. Demikian pula dengan keluarga.







3

Allah Yehuwa menyediakan petunjuk-petunjuk dalam Alkitab tentang kehidupan keluarga. Akan tetapi, jika petunjuk-petunjuk ini diabaikan, bagaimana? Meskipun lembaga keluarga itu sempurna, dapat juga berantakan. Anggota-anggota keluarga tidak akan bahagia. Sebaliknya, jika petunjuk-petunjuk dalam Alkitab diikuti, akan dihasilkan suatu keluarga yang sukses dan bahagia. Karena itu, penting agar kita mengerti bagaimana Allah menciptakan anggota-anggota keluarga yang berbeda-beda, dan peranan apa yang Ia inginkan untuk mereka isi.







BAGAIMANA

ALLAH MENCIPTAKAN PRIA DAN WANITA







4

Setiap orang dapat melihat bahwa Yehuwa tidak menciptakan pria dan wanita dengan keadaan yang sama. Memang, dalam banyak hal mereka serupa. Akan tetapi, ada perbedaan-perbedaan yang jelas dalam rupa jasmani dan jenis kelamin mereka. Juga, mereka mempunyai sifat-sifat emosi yang berbeda. Mengapa ada perbedaan? Allah menjadikan mereka demikian agar masing-masing dapat memenuhi peranan yang berbeda. Setelah Allah menciptakan pria, Allah berkata: “Tidak baik kalau manusia [pria] itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan [“sebagai pasangan bagi,” NW] dia.”—Kejadian 2:18.







5

Sesuatu yang sepadan [pasangan] adalah sesuatu yang cocok atau selaras dengan suatu hal lain, sehingga membuatnya lengkap. Allah menjadikan wanita sebagai pasangan yang sangat cocok bagi pria untuk membantunya melaksanakan petunjuk-petunjuk yang Allah berikan yaitu untuk memenuhi dan memelihara bumi. Jadi setelah menciptakan wanita dari bagian diri pria tersebut, Allah melaksanakan pernikahan pertama dengan ‘membawa wanita itu kepada pria itu.’ (Kejadian 2:22; 1 Korintus 11:8, 9) Perkawinan dapat menjadi suatu penyelenggaraan yang bahagia karena pria dan wanita masing-masing diciptakan dengan kebutuhan yang dapat saling dipenuhi oleh yang lainnya. Perbedaan-perbedaan mereka saling mengimbangi. Apabila seorang suami dan seorang istri saling mengerti dan saling menghargai dan bekerja sama sesuai dengan peranan yang ditentukan bagi mereka, mereka menyumbangkan bagian masing-masing dalam membina suatu tempat tinggal yang bahagia.







PERANAN

SUAMI







6

Dalam perkawinan atau keluarga diperlukan kepemimpinan. Pria diciptakan dengan sifat-sifat dan kekuatan yang lebih besar yang dituntut untuk menyediakan kepemimpinan ini. Karena itu Alkitab mengatakan: “Suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.” (Efesus 5:23) Hal ini berguna, karena jika tidak ada kepemimpinan, akan timbul kesulitan dan kekacauan. Jika dalam keluarga tidak terdapat kekepalaan, halnya sama seperti mencoba mengemudikan mobil tanpa kemudi. Atau jika istri mau bersaing melawan kekepalaan tersebut, akan sama seperti mobil dengan dua pengemudi, masing-masing memegang kemudi yang mengendalikan sebuah roda depan secara terpisah.







7

Namun, banyak wanita tidak menyukai gagasan bahwa pria harus menjadi kepala keluarga. Satu alasan utama adalah karena banyak suami tidak mengikuti petunjuk-petunjuk Allah tentang cara menjalankan kekepalaan dengan patut. Meskipun demikian, tak dapat disangkal bahwa agar suatu organisasi bekerja dengan baik, perlu seseorang untuk memberikan petunjuk dan membuat keputusan terakhir. Jadi Alkitab dengan bijaksana mengatakan: “Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah.” (1 Korintus 11:3) Dalam penyelenggaraan Allah, Allah satu-satunya pribadi yang tidak mempunyai kepala. Setiap pribadi lainnya, termasuk Kristus Yesus, maupun para suami dan istri, perlu menerima petunjuk dan tunduk kepada keputusan dari pribadi lain.







8

Ini berarti bahwa untuk melaksanakan peranan sebagai suami, pria harus menerima kekepalaan Kristus. Selain itu, mereka harus mengikuti teladannya dengan menjalankan kekepalaan atas istri mereka sebagaimana Yesus berbuat atas sidang dari para pengikutnya. Bagaimana Kristus memperlakukan para pengikutnya di bumi? Selalu dengan cara yang ramah dan tenggang rasa. Ia tidak pernah kasar atau cepat marah, sekalipun mereka lambat menyambut petunjuknya. (Markus 9:33-37; 10:35-45; Lukas 22:24-27; Yohanes 13:4-15) Malah, ia rela menyerahkan kehidupannya untuk mereka. (1 Yohanes 3:16) Seorang suami Kristen hendaknya mempelajari teladan Kristus dengan saksama, dan berusaha mengikutinya sedapat mungkin dalam memperlakukan keluarganya. Akibatnya, ia tidak akan menjadi kepala keluarga yang suka menguasai, mementingkan diri atau tidak bertenggang rasa.







9

Para suami, pertimbangkan hal ini: Apakah istri saudara mengeluh bahwa saudara sebenarnya tidak bertindak sebagai kepala keluarga? Apakah ia mengatakan bahwa saudara tidak mengambil pimpinan di rumah, merencanakan kegiatan keluarga dan melaksanakan tanggung jawab untuk membuat keputusan terakhir? Akan tetapi, inilah yang Allah tuntut untuk saudara lakukan sebagai seorang suami. Tentu, bijaksana jika saudara bersikap terbuka terhadap saran-saran dan hal-hal yang lebih disukai oleh anggota-anggota lain dari keluarga dan mempertimbangkan saran-saran ini seraya saudara menjalankan kekepalaan. Sebagai suami, saudara jelas mempunyai peranan yang lebih sulit dalam keluarga. Akan tetapi, jika saudara sungguh-sungguh berusaha melaksanakannya, kemungkinan besar istri saudara akan merasa cenderung untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada saudara.—Amsal 13:10; 15:22.







MEMENUHI

PERANAN ISTRI







10

Sebagaimana dikatakan oleh Alkitab, wanita diciptakan sebagai penolong bagi suaminya. (Kejadian 2:18) Dalam memenuhi peranan itu, Alkitab menganjurkan: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu.” (Efesus 5:22) Dewasa ini sikap agresif dan bersaing dari kaum wanita terhadap kaum pria sudah umum. Namun jika istri mendesak ke depan, mencoba mengambil alih kekepalaan, tindakan mereka pasti akan menimbulkan kesulitan. Akibatnya, banyak suami mengatakan: ‘Jika ia ingin mengatur keluarga, silakan saja.’







11

Sebaliknya, saudari mungkin merasa bahwa saudari dipaksa untuk mengambil pimpinan, karena suami tidak melakukannya. Akan tetapi, dapatkah saudari berbuat lebih banyak untuk membantunya melaksanakan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga? Apakah saudari memperlihatkan bahwa saudari mengharapkan dia memberi pimpinan? Apakah saudari meminta saran-saran dan petunjuk darinya? Apakah saudari menghindari agar jangan sekali-kali meremehkan apa yang ia lakukan? Jika saudari benar-benar berusaha melaksanakan peranan yang Allah tentukan bagi saudari dalam keluarga, kemungkinan besar suami saudari akan mulai menjalankan peranannya.—Kolose 3:18, 19.







12

Bukan maksudnya bahwa seorang istri tidak boleh mengungkapkan pendapat jika ada perbedaan pendapat dengan suaminya. Istri mungkin mempunyai pandangan yang benar, dan keluarga akan mendapat faedah jika suaminya mendengarkan dia. Istri Abraham, Sara, menjadi suatu teladan bagi istri-istri Kristen karena ketundukannya kepada suaminya. (1 Petrus 3:1, 5, 6) Namun ia mengusulkan jalan keluar dari suatu problem rumah tangga, dan ketika Abraham tidak menyetujuinya Allah mengatakan kepada Abraham: “Haruslah engkau mendengarkannya.” (Kejadian 21:9-12) Tentu, bila suami membuat keputusan terakhir, hendaknya istri mendukung hal itu asal saja dengan berbuat demikian ia tidak akan melanggar hukum Allah.—Kisah 5:29.







13

Agar dapat melaksanakan peranannya dengan sepatutnya, ada banyak hal yang dapat dilakukan seorang istri dalam mengurus keluarganya. Misalnya, ia dapat menyiapkan makanan yang bergizi dan memelihara rumah tetap bersih dan rapi, ikut dalam mendidik anak-anak. Alkitab menganjurkan wanita-wanita yang sudah menikah untuk “mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang.” (Titus 2:4, 5) Istri dan ibu yang memenuhi kewajiban-kewajiban ini akan memperoleh kasih dan respek yang tidak pernah surut dari keluarganya.—Amsal 31:10, 11, 26-28.







KEDUDUKAN

ANAK-ANAK DALAM KELUARGA







14

Yehuwa memerintahkan pasangan manusia pertama: “Beranakcuculah dan bertambah banyak.” (Kejadian 1:28) Ya, Allah memberi tahu agar mereka mempunyai anak-anak. Anak-anak dimaksudkan sebagai berkat bagi keluarga. (Mazmur 127:3-5) Karena mereka berada di bawah hukum dan perintah orang-tua mereka, Alkitab membandingkan kedudukan seorang anak seperti seorang budak. (Amsal 1:8; 6:20-23; Galatia 4:1) Bahkan Yesus tetap tunduk kepada orang-tuanya ketika ia masih anak-anak. (Lukas 2:51) Ini berarti bahwa ia menaati mereka, melakukan apa yang mereka perintahkan. Jika semua anak melakukan hal yang sama, pasti kebahagiaan keluarga akan bertambah.







15

Akan tetapi, daripada menjadi berkat bagi keluarga, anak-anak dewasa ini sering kali menjadi sumber kesedihan bagi orang-tua. Mengapa? Karena kegagalan anak-anak, maupun para orang-tua, untuk menerapkan petunjuk-petunjuk Alkitab mengenai kehidupan keluarga. Apa antara lain hukum-hukum dan prinsip-prinsip Allah? Mari kita periksa di halaman-halaman berikut dan perhatikanlah apakah saudara tidak akan setuju bahwa, dengan menerapkannya, saudara dapat menambah kebahagiaan dalam keluarga saudara.







Kasihilah

dan Hormatilah Istri Saudara







16

Dengan hikmat ilahi, Alkitab mengatakan: “Suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri.” (Efesus 5:28-30) Berulang kali, pengalaman membuktikan bahwa agar istri dapat berbahagia ia harus merasa dikasihi. Ini berarti bahwa seorang suami harus memberikan perhatian istimewa kepada istrinya, termasuk kelembutan, pengertian dan perasaan aman. Ia harus ‘menghormati istrinya,’ seperti dikatakan Alkitab. Hal ini dilakukan oleh suami dengan mempertimbangkan istrinya dalam setiap hal yang ia lakukan. Dengan demikian ia akan mendapatkan respek dari istrinya.—1 Petrus 3:7.







Miliki

Respek terhadap Suami







17

Lalu bagaimana dengan para istri? “Isteri hendaklah menghormati [“memiliki respek yang dalam terhadap,” NW] suaminya,” kata Alkitab. (Efesus 5:33) Sikap yang tidak mengindahkan nasihat ini menjadi sebab utama mengapa para suami tidak senang terhadap istrinya. Seorang istri memperlihatkan respek dengan mendukung keputusan-keputusan suami, dan dengan bekerja sama sepenuh jiwa dengan suami untuk mencapai tujuan keluarga. Bila ia melaksanakan peranan yang Alkitab tentukan baginya sebagai ‘penolong yang sepadan’ bagi suaminya, akan lebih mudah bagi suaminya untuk mengasihi dia.—Kejadian 2:18.







Setialah

Satu Sama Lain







18

Alkitab mengatakan: “Hendaklah suami-isteri setia satu sama lain.” Kepada suami dikatakan: “Berbahagialah dengan istrimu dan bersukacitalah dengan gadis yang kaukawini . . . mengapa engkau memberikan kasihmu kepada seorang wanita lain? Mengapa engkau harus lebih menyukai kecantikan istri orang lain?” (Ibrani 13:4, BIS; Amsal 5:18-20, Today’s English Version) Ya, perzinahan bertentangan dengan hukum Allah; hal itu menimbulkan kesulitan dalam perkawinan. “Banyak orang berpikir bahwa perzinahan dapat membumbui pernikahan,” kata seorang peneliti perkawinan, tetapi ia menambahkan bahwa hubungan gelap selalu menimbulkan “kesulitan yang nyata.”—Amsal 6:27-29, 32.







Berusahalah

Menyenangkan Teman Hidup







19

Kebahagiaan tidak akan diperoleh dengan mencari kesenangan seksual hanya untuk diri sendiri. Sebaliknya, kebahagiaan diperoleh dengan juga berusaha menyenangkan teman hidup. Alkitab mengatakan: “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap [“memberikan apa yang berhak diterima,” NW] isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya.” (1 Korintus 7:3) Yang ditekankan adalah soal memberikan. Dengan memberi, si pemberi juga mendapatkan kesenangan yang sejati. Sebagaimana dikatakan oleh Kristus Yesus: “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”—Kisah 20:35.







Sediakanlah

Waktu untuk Anak-Anak







20

Seorang anak yang berumur kira-kira delapan tahun mengatakan: “Ayah saya bekerja sepanjang waktu. Ia tidak pernah di rumah. Ia memberi saya uang dan banyak mainan, tetapi saya hampir tidak pernah melihat dia. Aku sayang ayah dan ingin ia tidak bekerja sepanjang waktu supaya dapat lebih sering bertemu dengannya.” Betapa lebih baik suasana di rumah jika para orang-tua mengikuti perintah Alkitab untuk mengajar anak-anak mereka ‘apabila mereka duduk di rumah dan apabila mereka sedang dalam perjalanan, apabila mereka berbaring dan apabila mereka bangun’! Dengan memberikan diri saudara kepada anak-anak, menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya bersama mereka, pasti kebahagiaan keluarga saudara bertambah.—Ulangan 11:19; Amsal 22:6.







Memberikan

Disiplin yang Diperlukan







21

Bapa surgawi kita memberikan teladan yang patut kepada para orang-tua dengan memberikan umat-Nya petunjuk-petunjuk yang bersifat mengoreksi, atau disiplin. Anak-anak membutuhkan disiplin. (Ibrani 12:6; Amsal 29:15) Mengakui hal ini, Alkitab menganjurkan: “Kamu, bapa-bapa, . . . didiklah [anak-anak saudara] di dalam ajaran dan nasihat Tuhan [“Yehuwa,” NW].” Memberikan disiplin, bahkan mungkin termasuk memberi pukulan atau membatasi hal-hak tertentu, adalah bukti bahwa orang-tua mengasihi anak-anak mereka. Alkitab mengatakan: “Siapa mengasihi anaknya, menghajar dia [memberinya disiplin].”—Efesus 6:4; Amsal 13:24; 23:13, 14.







Kaum

Muda—Tolaklah Cara-Cara Duniawi







22

Dunia ini berusaha membujuk kaum muda untuk melanggar hukum-hukum Allah. Juga, seperti dinyatakan Alkitab, “kebodohan melekat pada hati orang muda.” (Amsal 22:15) Jadi, di sini perlu suatu perjuangan untuk melakukan apa yang benar. Namun, Alkitab mengatakan: “Anak-anak! Adalah kewajibanmu sebagai pengikut Kristus untuk taat kepada ibu-bapakmu, karena itulah yang seharusnya kalian lakukan.” Besar keuntungannya. Maka, anak-anak, bijaksanalah. Perhatikan nasihat ini: “Ingatlah akan Penciptamu selagi engkau muda.” Lawanlah godaan-godaan untuk menggunakan narkotik, mabuk-mabukan, melakukan gendak dan hal-hal lain yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah.—Efesus 6:1-4, BIS; Pengkhotbah 12:1; Amsal 1:10-19, Today’s English Version.







Pelajarilah

Alkitab Bersama-sama







23

Jika salah satu anggota keluarga belajar dan mempraktikkan ajaran-ajaran Alkitab, maka keluarga akan bertambah bahagia. Akan tetapi, jika semuanya berbuat demikian—suami, istri dan anak-anak—betapa besar berkat atas keluarga itu! Akan ada hubungan yang hangat dan erat, dengan komunikasi yang terbuka, karena tiap anggota keluarga berusaha membantu yang lain untuk melayani Allah Yehuwa. Maka jadikanlah kegiatan belajar Alkitab bersama-sama suatu kebiasaan keluarga.—Ulangan 6:4-9; Yohanes 17:3.







MENANGANI

PROBLEM-PROBLEM KELUARGA DENGAN BERHASIL







24

Bahkan dalam keluarga-keluarga yang biasanya bahagia, kadang-kadang timbul problem. Ini disebabkan karena kita semua tidak sempurna dan melakukan hal-hal yang salah. “Kita semua bersalah dalam banyak hal,” kata Alkitab. (Yakobus 3:2) Jadi suami istri hendaknya tidak menuntut kesempurnaan dari satu sama lain. Sebaliknya, masing-masing hendaknya bersikap penuh pengertian terhadap kesalahan-kesalahan teman hidup. Karena itu, masing-masing hendaknya jangan mengharapkan suatu perkawinan yang bahagia secara sempurna, karena hal ini tidak mungkin dicapai oleh orang-orang yang tidak sempurna.







25

Tentu, suami dan istri perlu berusaha menghindari apa yang menjengkelkan teman hidupnya. Namun, tidak soal betapa kerasnya usaha mereka, kadang-kadang mereka melakukan hal-hal yang membuat teman hidup mereka marah. Maka, bagaimana kesulitan-kesulitan itu harus ditangani? Nasihat Alkitab adalah: “Kasih menutupi banyak sekali dosa.” (1 Petrus 4:8) Ini berarti bahwa seorang yang memperlihatkan kasih tidak akan terus mengungkit-ungkit kekeliruan yang telah dilakukan oleh teman hidupnya. Kasih seolah-olah mengatakan, ‘Ya, engkau keliru. Akan tetapi, kadang-kadang saya juga melakukan kekeliruan. Jadi, saya akan memaafkan kekeliruanmu, dan engkau juga dapat memaafkan aku.’—Amsal 10:12; 19:11.







26

Bila suami istri rela mengakui kesalahan dan mencoba memperbaikinya, banyak perbantahan dan sakit hati dapat dihindari. Tujuan mereka hendaknya untuk menyelesaikan problem, bukan untuk memenangkan perbantahan. Sekalipun teman hidup saudara yang salah, saudara dapat mempermudah penyelesaian problem itu dengan berlaku ramah. Jika saudara bersalah, dengan rendah hati mintalah pengampunan. Jangan menundanya; selesaikan problem dengan segera. “Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.”—Efesus 4:26.







27

Terutama, jika saudara telah menikah, saudara perlu mengikuti aturan “janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:4) Saudara perlu menaati perintah Alkitab: “Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam [“merasa kurang enak,” BIS] terhadap yang lain, sama seperti Tuhan [“Yehuwa,” NW] telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”—Kolose 3:12-14.







28

Dewasa ini banyak pasangan tidak membiarkan nasihat dari Firman Allah membantu menyelesaikan problem-problem mereka, dan mereka ingin bercerai. Apakah Allah menyetujui perceraian sebagai cara untuk menyelesaikan problem-problem? Tidak, Ia tidak setuju. (Maleakhi 2:15, 16) Ia bermaksud agar perkawinan berlangsung seumur hidup. (Roma 7:2) Alkitab hanya mengizinkan satu alasan untuk bercerai yang membebaskan seseorang untuk kawin lagi, yakni percabulan (Yunani, porneia, perbuatan seksual yang amoral dan bejat). Jika percabulan dilakukan, maka teman hidup yang tidak bersalah dapat memutuskan apakah ia akan bercerai atau tidak.—Matius 5:32.







29

Bagaimana jika teman hidup saudara menolak belajar Firman Allah dengan saudara, atau bahkan menentang kegiatan Kristen saudara? Alkitab tetap menganjurkan saudara untuk tetap bersama teman hidup saudara dan tidak menganggap perpisahan sebagai jalan keluar yang mudah untuk problem-problem saudara. Bertindaklah sedapat mungkin secara pribadi untuk memperbaiki keadaan di rumah saudara dengan menerapkan apa yang Alkitab katakan sehubungan dengan kelakuan saudara sendiri. Lambat laun, karena tingkah laku Kristen saudara, teman hidup saudara mungkin dapat dimenangkan. (1 Korintus 7:10-16; 1 Petrus 3:1, 2) Benar-benar suatu berkat bagi saudara jika kesabaran saudara yang penuh kasih diberkati dengan cara ini!







30

Banyak problem keluarga dewasa ini menyangkut anak-anak. Apa yang dapat dilakukan jika hal ini terjadi dalam keluarga saudara? Pertama-tama, sebagai orang-tua saudara perlu memberikan teladan yang baik. Alasannya, karena anak-anak lebih cenderung mengikuti apa yang saudara lakukan daripada apa yang saudara katakan. Selain itu, apabila tindakan saudara berbeda dengan kata-kata saudara, anak-anak cepat melihatnya. Jadi, apabila saudara ingin anak-anak saudara hidup dengan baik, sebagai orang Kristen, saudara sendiri harus memberikan teladan.—Roma 2:21, 22.







31

Juga, saudara perlu mengundang anak saudara untuk berpikir. Tidak cukup hanya mengatakan kepada mereka: ‘Saya tidak ingin kamu melakukan gendak, sebab hal itu salah.’ Perlu diperlihatkan kepada mereka bahwa Pencipta merekalah, Allah Yehuwa, yang mengatakan bahwa hal-hal seperti gendak, salah. (Efesus 5:3-5; 1 Tesalonika 4:3-7) Akan tetapi, bahkan ini tidak cukup. Anak-anak juga perlu dibantu untuk melihat mengapa mereka patut menaati hukum-hukum Allah, dan apa manfaatnya bagi mereka. Misalnya, saudara dapat menarik perhatian anak-anak saudara kepada kenyataan, betapa menakjubkan seorang bayi manusia dibentuk, melalui persatuan sperma seorang pria dengan sel telur seorang wanita, dan tanyakanlah: ‘Bagaimana pendapatmu, bukankah Pribadi yang memungkinkan mukjizat kelahiran ini yang paling mengetahui bagaimana manusia seharusnya menggunakan kemampuan yang Allah berikan kepada mereka untuk berkembang biak?’ (Mazmur 139:13-17) Atau saudara dapat bertanya: ‘Menurut pendapatmu, apakah Pencipta kita Yang Agung akan membuat suatu hukum untuk merampas kesenangan kita dalam kehidupan? Sebaliknya, bukankah kita akan lebih bahagia jika kita menaati hukum-hukum-Nya?’







32

Pertanyaan-pertanyaan demikian dapat membuat anak saudara mulai memikirkan hukum Allah yang mengatur penggunaan alat-alat tubuh untuk perkembangbiakan. Sambutlah pandangannya. Jika pandangan mereka tidak seperti yang saudara inginkan, jangan menjadi marah. Cobalah mengerti bahwa generasi anak saudara telah menyimpang jauh dari ajaran-ajaran yang benar dalam Alkitab, dan kemudian cobalah memperlihatkan kepadanya mengapa perbuatan-perbuatan amoral dari generasinya tidak bijaksana. Mungkin saudara dapat menarik perhatian anak saudara kepada beberapa contoh tertentu dalam Alkitab di mana perbuatan seksual yang amoral mengakibatkan kelahiran-kelahiran yang tidak sah, penyakit-penyakit kelamin atau problem-problem lain. Dengan cara ini ia dibantu untuk mengerti betapa masuk akal dan benar apa yang Alkitab katakan.







33

Terutama harapan yang didasarkan atas Alkitab mengenai hidup kekal dalam Firdaus di bumi dapat membantu kita untuk membina keluarga yang sukses. Mengapa demikian? Karena jika kita benar-benar ingin hidup dalam sistem baru Allah, kita akan berusaha keras untuk hidup sekarang seperti yang kita harapkan pada masa itu nanti. Ini berarti kita akan mengikuti dengan saksama instruksi-instruksi dan bimbingan dari Allah Yehuwa. Sebagai hasilnya, Allah akan menyempurnakan kebahagiaan kita yang sekarang dengan kesenangan berupa hidup kekal dan kebahagiaan yang berlimpah untuk selama-lamanya yang terbentang di hadapan kita.—Amsal 3:11-18.

hidupdalamfirdaus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar